I. Ringkasan: Sebuah Program Ambisius, Kegagalan yang Terprediksi
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diperkenalkan sebagai salah satu inisiatif strategis pemerintah dengan tujuan mulia untuk mengatasi masalah malnutrisi dan stunting, sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.1 Program ini digagas bukan sekadar sebagai penyaluran makanan, melainkan sebagai investasi besar dalam kesejahteraan dan masa depan ekonomi bangsa.1 Namun, terlepas dari tujuan luhurnya, implementasi MBG yang dimulai pada awal tahun 2025 telah menunjukkan serangkaian permasalahan fundamental yang mengisyaratkan kegagalan sistemik. Laporan ini menguraikan argumen bahwa kegagalan MBG tidak bersifat insidental, tetapi merupakan konsekuensi logis dari cacat bawaan yang ada sejak awal perancangan.
Analisis mendalam terhadap data implementasi hingga September 2025 mengidentifikasi temuan kunci yang saling terkait. Pertama, program ini berakar kuat dari motif politik populis, yang mendorong eksekusi yang tergesa-gesa tanpa perencanaan yang matang dan transparan.3 Kedua, alokasi anggaran yang masif sebesar Rp 71 triliun pada tahun 2025 dan proyeksi Rp 335 triliun pada tahun 2026 5 dikepung oleh risiko korupsi sistemik, sebagaimana diperingatkan oleh Transparency International Indonesia (TII).7 Ketiga, kegagalan paling nyata adalah krisis kesehatan publik yang diakibatkan oleh keracunan massal, dengan lebih dari 6.000 kasus tercatat di seluruh Indonesia hingga September 2025.8 Peristiwa ini bukan kecelakaan, melainkan manifestasi dari rantai pasok dan kontrol kualitas yang cacat. Terakhir, kendala operasional seperti logistik yang buruk dan pembebanan pengawasan pada pihak yang tidak kompeten, seperti guru, semakin memperparah inefisiensi program.10
Secara keseluruhan, rangkaian masalah ini tidak hanya menunjukkan "dilema" atau "tantangan," tetapi membuktikan adanya "cacat sejak awal" yang membuat program ini sulit berhasil tanpa restrukturisasi total. Program MBG, dalam kondisi saat ini, telah menjadi preseden buruk dalam penggunaan program sosial berskala nasional, yang alih-alih menyelesaikan masalah, justru menciptakan kerugian finansial negara dan ancaman serius bagi kesehatan anak-anak.
II. Anatomi Sebuah Kebijakan Populis: Dari Janji Kampanye ke Pelaksanaan Negara
A. Konsepsi dan Latar Belakang Ideologis
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) secara resmi merupakan inisiatif pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan makanan bergizi secara gratis bagi empat kelompok sasaran utama: peserta didik dari PAUD hingga SMA, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.2 Konsep ini bukanlah hal baru di dunia; program serupa telah diterapkan di 93 negara sejak tahun 1940-an.12 Di Indonesia sendiri, program ini hadir dengan nama terbaru MBG, yang dikoordinasikan oleh Badan Gizi Nasional (BGN).2
Mekanisme operasional program ini direncanakan dengan pendekatan yang melibatkan ekonomi lokal. Pemerintah membentuk Satuan Layanan Penyedia Makan Bergizi (SPPG) yang bertugas membeli bahan makanan langsung dari masyarakat, lalu memasak dan mendistribusikannya ke titik-titik sasaran.13 Pemerintah mengklaim bahwa dengan uang makan sebesar Rp 8 miliar per desa per tahun yang beredar, program ini akan memberdayakan ekonomi di tingkat desa hingga provinsi.14 Untuk memastikan program tepat sasaran dan berbasis data, Badan Pusat Statistik (BPS) ditunjuk untuk melakukan survei monitoring dan evaluasi hingga Juni 2025.1 Namun, terlepas dari struktur formalnya, program ini terbukti memiliki akar politik yang lebih dalam.
B. Persoalan Esensial: Program Populis di Arena Politik
Banyak pihak memandang Program MBG sebagai sebuah janji populis yang secara strategis dirancang untuk memenangkan Pemilu 2024. Program ini dinilai datang pada masa yang tepat, bertepatan dengan periode bonus demografi Indonesia, dengan tujuan menyiapkan generasi muda yang bebas dari stunting.15 Data menunjukkan bahwa program ini sangat efektif dalam mendulang dukungan, terutama dari kalangan ibu-ibu dan generasi muda.16 Popularitasnya yang masif membuat program ini menjadi instrumen politik yang kuat.
Namun, di balik popularitasnya, program ini menuai keraguan dan kritik. Sejumlah pengamat melihat program ini sebagai "gertak politik" (political bluff) yang diragukan keberlanjutan dan keseriusan implementasinya.3 Keraguan ini diperkuat oleh pandangan masyarakat yang menganggap program ini "klise" dan gagal menyentuh masalah struktural yang lebih mendesak, seperti rendahnya upah minimum, sulitnya lapangan kerja, dan gaji guru honorer yang minim.16 Kritik ini menunjukkan adanya jarak antara janji kampanye yang menarik dan realitas kebijakan publik yang kompleks.
Perpindahan dari janji kampanye menjadi kebijakan negara ini terjadi secara terburu-buru dan tanpa perencanaan yang memadai. Berbagai sumber menyebutkan bahwa konsep program ini "cacat sejak awal" karena proses perencanaannya tidak transparan dan tanpa partisipasi publik yang bermakna.4 Program ini diluncurkan pada Januari 2025 10, padahal hingga pertengahan tahun 2024, proposal konkret mengenai konsep dan pelaksanaannya masih belum jelas.4 Akibat dari peluncuran yang tergesa-gesa ini adalah tidak adanya "desain besar" yang solid, yang kemudian menjadi benih bagi serangkaian kegagalan operasional, finansial, dan kesehatan yang akan dibahas lebih lanjut. Ini menunjukkan bahwa prioritas utama program adalah eksekusi yang cepat untuk memenuhi janji politik, bukan pada fondasi kebijakan yang kokoh dan berbasis bukti.
III. Laporan Keuangan dan Risiko Korupsi Sistemik
A. Anggaran Jumbo dan Perdebatan Alokasi
Program Makan Bergizi Gratis memerlukan alokasi anggaran yang sangat besar. Pada tahun 2025, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 71 triliun.5 Angka ini diperkirakan akan membengkak signifikan hingga Rp 335 triliun pada tahun 2026.6 Alokasi dana ini juga mengalami perubahan substansial; anggaran per porsi yang semula direncanakan Rp 15.000, kini ditetapkan turun menjadi Rp 10.000.5 Pemerintah mengklaim penurunan ini sudah melalui uji coba dan dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi harian anak.5
Namun, besarnya anggaran ini menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan ekonom. Faisal Basri dan Anthony Budiawan, misalnya, memperingatkan bahwa kebutuhan dana sebesar itu akan sangat membebani postur APBN 2025.17 Dana yang masif ini berpotensi mengorbankan anggaran program-program sosial lainnya yang jauh lebih penting, seperti subsidi BBM dan listrik, yang dapat memicu peningkatan tingkat kemiskinan.17 Lebih lanjut, program ini juga berisiko mengancam kualitas pendidikan nasional jika pendanaannya diambil dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang seharusnya dialokasikan untuk membiayai belanja non-personalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah, seperti fasilitas sekolah dan kesejahteraan guru.17
Tabel 1: Alokasi Anggaran Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
B. Potensi Korupsi yang Terstruktur dan Tersembunyi
Selain beban finansial, program MBG dikepung oleh risiko korupsi sistemik yang tinggi. Laporan Corruption Risk Assessment (CRA) dari Transparency International Indonesia (TII) mengidentifikasi lima risiko utama yang menjadikan program ini rentan terhadap penyimpangan.7
Pertama, ketiadaan regulasi pelaksana yang memadai. Hingga pertengahan 2025, program ini masih berjalan hanya dengan petunjuk teknis internal, tanpa landasan hukum berupa Peraturan Presiden.7 Ketiadaan payung hukum ini tidak hanya mengaburkan mandat koordinasi antar sektor, tetapi juga membuka celah bagi penyalahgunaan wewenang dan manipulasi.
Kedua, adanya konflik kepentingan yang kronis. Penunjukan mitra pelaksana, yaitu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), dilakukan tanpa mekanisme verifikasi yang terbuka.7 Beberapa yayasan pengelola diketahui memiliki afiliasi dengan aktor politik, militer, dan kepolisian.7 Hal ini merusak prinsip meritokrasi dan menciptakan akses preferensial, seperti yang terjadi di mana polisi lalu lintas ikut terlibat dalam distribusi MBG.7
Ketiga, proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang rawan manipulasi. Kajian TII menunjukkan bahwa proses PBJ dalam program MBG tidak mengindahkan prinsip transparansi, dengan banyak aktivitas pengadaan yang dilakukan tanpa dokumentasi terbuka.7 Praktik ini membuka celah untuk mark-up harga dan penggunaan bahan pangan berkualitas rendah atau tidak layak konsumsi.7 Laporan juga menyebutkan "berita sumir" terkait perlakuan khusus dalam penentuan pihak yang menjadi dapur penyedia makanan.20
Keempat, lemahnya pengawasan. Kurangnya sistem pengawasan yang kuat membuka ruang bagi praktik curang di lapangan.7 Hal ini terbukti dari laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menerima laporan adanya dugaan pemotongan anggaran yang tidak sesuai dengan pagu yang ditetapkan.20 Alih-alih digunakan untuk meningkatkan kualitas makanan, dana tersebut bisa "mencair" di tingkat daerah, mengurangi anggaran yang seharusnya sampai ke dapur dan bahan baku.20
Terakhir, risiko kerugian keuangan negara (potential loss) yang meningkat. Dengan alokasi Rp 71 triliun untuk tahun pertama dan target 82,9 juta penerima manfaat tanpa prioritas, program ini berisiko mendorong pelebaran defisit anggaran hingga melampaui batas maksimal 3% terhadap PDB, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara.7 Kerugian keuangan negara ini ditaksir mencapai Rp 1,8 miliar per tahun di setiap SPPG, menunjukkan inefisiensi dan potensi kebocoran dana yang masif.7
IV. Kualitas Pangan dan Bencana Kesehatan Publik yang Berulang
A. Kontradiksi Standar Gizi vs. Realita Menu
Secara teoretis, program MBG dirancang untuk memenuhi 30-35% kebutuhan gizi harian siswa dengan menu yang bervariasi sesuai kekhasan daerah, menggunakan bahan pangan lokal.2 Menu uji coba di Jakarta Selatan, misalnya, terdiri dari nasi, ayam teriyaki, salad sayur, tahu, perkedel, dan buah pisang.21
Namun, realitas di lapangan sangat berbeda, memicu kritik keras dari ahli gizi. Salah satunya adalah dr. Tan Shot Yen, yang mengkritik menu MBG yang menyajikan burger di beberapa daerah, dari Aceh hingga Papua.22 Ia menyoroti bahwa burger, yang menggunakan tepung terigu yang bukan produk pangan lokal, jauh dari konsep kedaulatan pangan nasional.22 Kritik juga dilontarkan terhadap isian burger yang seringkali berupa daging olahan dengan nutrisi yang diragukan.22 Dr. Tan mendorong pemerintah untuk kembali ke kedaulatan pangan, di mana anak-anak di Papua bisa makan ikan kuah asam dan anak-anak di Sulawesi bisa makan kapurung.22
Selain itu, penggunaan susu juga menjadi perdebatan.23 Sejumlah ahli gizi menyatakan bahwa susu tidak lagi menjadi komponen yang esensial dalam konsep "4 Sehat 5 Sempurna" yang modern, terutama karena masalah intoleransi laktosa yang dialami oleh sebagian besar populasi Asia.14 Hal ini menunjukkan bahwa menu yang disediakan tidak selalu didasarkan pada kajian gizi yang komprehensif atau preferensi lokal, melainkan pada kemudahan penyediaan.
B. Bukti Paling Nyata: Rangkaian Kasus Keracunan Massal
Bukti paling nyata dari kegagalan program MBG adalah serangkaian kasus keracunan massal yang terus berulang di berbagai wilayah. Hingga September 2025, tercatat lebih dari 6.000 kasus keracunan 8, menjadikannya masalah kesehatan publik yang serius. Kasus terbesar terjadi di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, dengan 1.333 korban dalam satu insiden.24
Tabel 2: Ringkasan Kasus Keracunan Massal MBG (Januari-September 2025)
Analisis dari pakar epidemiolog menunjukkan bahwa keracunan sinyal bahwa sistem belum bekerja.8 Penyebabnya sangat terkait dengan masalah operasional dan higienitas. Makanan yang dimasak seringkali berada di "zona bahaya" suhu (5-60°C) selama lebih dari empat jam karena waktu distribusi yang tidak teratur dan sering terlambat.8 Keadaan ini memungkinkan pertumbuhan bakteri patogen seperti Bacillus cereus pada nasi dan Staphylococcus aureus pada lauk berprotein.8 Selain itu, higienitas penjamah makanan yang buruk—seperti tidak sering mencuci tangan atau tidak menggunakan sarung tangan dan masker—serta kontaminasi silang pada peralatan dapur juga menjadi faktor pemicu yang sering terjadi.8 Insiden ini menunjukkan kegagalan mendasar dalam manajemen rantai dingin dan sanitasi, membuktikan bahwa program ini tidak siap untuk beroperasi dalam skala nasional.
C. Tanggapan Pemerintah dan Aktor Terkait
Tingginya angka keracunan memicu respons dari berbagai pihak. Pemerintah, melalui Badan Gizi Nasional (BGN), menyatakan akan menghentikan operasional SPPG yang bermasalah selama minimal 14 hari untuk evaluasi.25 BGN juga menjamin akan menanggung seluruh biaya pengobatan korban tanpa membebani orang tua atau sekolah.25 Pihak kepolisian pun turun tangan untuk mendalami kasus-kasus keracunan massal ini.24 Namun, meskipun ada tanggapan, kasus keracunan terus berulang, menyoroti bahwa langkah-langkah yang diambil masih bersifat reaktif, bukan struktural.
D. Manipulasi Statistik dan Krisis Kepercayaan Publik
Sebagai respons terhadap serangkaian insiden keracunan yang meluas, pemerintah dan lembaga terkait menunjukkan kecenderungan untuk mengelola narasi publik dengan menggunakan statistik dan pernyataan yang meminimalkan dampak. Taktik ini didasarkan pada teori komunikasi krisis yang menyatakan bahwa institusi pemerintah sering kali berupaya menjaga masyarakat tetap tenang dan kondusif dengan menyebarkan pesan yang bersifat informatif, edukatif, dan membangun optimisme positif.28
Dalam kasus MBG, Badan Gizi Nasional (BGN) mengakui adanya kasus keracunan, namun pada saat yang sama, mereka juga menyatakan bahwa "ada kejadian yang penyebabnya ternyata bukan keracunan".25 Pernyataan ini, meskipun tampak transparan, berfungsi untuk mengurangi citra negatif program. Lebih lanjut, pemerintah menunjuk Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melakukan survei monitoring dan evaluasi 1, sebuah langkah yang sering kali dilakukan untuk mengumpulkan data yang dianggap "akurat dan dapat diandalkan" guna membangun narasi yang positif dan meningkatkan citra pemerintah.29
Penggunaan statistik untuk meredam krisis serupa terjadi di negara lain, di mana pemerintah memiliki insentif untuk memanipulasi data demi mempertahankan kekuasaan politik dan meredam ketidakpuasan publik.32 Mengelola angka, baik dengan meminimalkan jumlah korban atau mengalihkan penyebab insiden, adalah strategi yang digunakan untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan mencegah kegaduhan. Namun, strategi ini sangat berbahaya. Keraguan, bahkan hanya "tampilan manipulasi," dapat merusak kepercayaan publik secara permanen.32 Ketika kepercayaan pada angka resmi memudar, masyarakat dan investor beralih ke sumber data swasta yang tidak konsisten atau tidak akurat, yang pada akhirnya dapat mengancam stabilitas sistem secara keseluruhan.32 Dalam konteks MBG, upaya untuk "meringankan" kasus keracunan dengan statistik dan narasi yang dikelola justru dapat memperdalam krisis kepercayaan yang sudah ada, memperlihatkan betapa tidak seriusnya penanganan masalah inti program.
V. Kendala Operasional: Kegagalan Logistik dan Pengawasan Lapangan
A. Implementasi Terburu-buru dan Tanpa Kesiapan
Salah satu kelemahan terbesar program MBG adalah ketidaksiapan infrastruktur logistiknya. Meskipun program ini direncanakan akan diprioritaskan untuk daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan) di masa depan 2, pelaksanaannya dimulai di wilayah yang relatif lebih mudah dijangkau, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta.5 Namun, bahkan di wilayah ini pun, masalah logistik sudah terlihat jelas.
Waktu distribusi makanan seringkali tidak teratur, kadang datang terlambat hingga sore hari dan mengganggu kegiatan belajar-mengajar (KBM) di sekolah.11 Mobil boks pengantar makanan harus mengunjungi beberapa titik, yang membuat waktu tempuh menjadi tidak efisien.11 Di daerah terpencil, masalah ini jauh lebih parah, dengan laporan keterlambatan distribusi hingga berminggu-minggu, yang mengakibatkan siswa tidak mendapatkan manfaat program secara konsisten.19 Proyeksi pembangunan 30.000 dapur umum pada tahun 2027 untuk menjangkau 82,9 juta penerima manfaat menunjukkan skala program yang sangat ambisius, tetapi ketidakmampuan untuk mengelola distribusi di wilayah yang relatif maju mengindikasikan bahwa tantangan logistik di daerah 3T akan jauh lebih besar dan fatal.19
B. Beban Pengawasan yang Tidak Tepat
Lemahnya sistem pengawasan menjadi faktor krusial lain dalam kegagalan MBG.7 Tidak adanya payung hukum yang jelas sejak awal menyebabkan tidak ada mandat yang kuat untuk pengawasan terpusat.27 Akibatnya, tanggung jawab pengawasan di lapangan seringkali dibebankan kepada pihak sekolah, termasuk guru dan kepala sekolah.10
Pendekatan ini merupakan kegagalan kebijakan yang fatal, karena pihak sekolah tidak memiliki keahlian atau pelatihan yang memadai dalam sanitasi pangan, gizi, atau manajemen rantai pasok. Tanggung jawab utama guru adalah kegiatan belajar mengajar, bukan logistik atau administrasi program sosial.11 Pembebanan tugas ini tidak hanya menciptakan beban kerja tambahan yang tidak relevan bagi guru, tetapi juga menciptakan celah pengawasan yang fatal. Lemahnya pengawasan ini secara langsung berkontribusi pada insiden keracunan yang berulang karena tidak ada pihak yang secara profesional mengaudit kualitas bahan baku, proses memasak, dan higienitas distribusi secara berkala.24 Kondisi ini membuktikan bahwa pemerintah tidak serius dalam merancang sebuah program berskala masif dengan sistem pendukung yang profesional, dan lebih memilih jalan pintas yang berujung pada bencana.
VI. Kesimpulan: Diagnosis Sistemik dan Alasan Kegagalan yang Tak Terelakkan
A. Sintesis Kegagalan yang Saling Terhubung
Analisis komprehensif menunjukkan bahwa kegagalan Program Makan Bergizi Gratis bukanlah serangkaian insiden yang tidak berhubungan, melainkan manifestasi dari sebuah sistem yang cacat sejak awal. Program ini lahir dari motivasi politik yang kuat, yang menuntut eksekusi yang terburu-buru tanpa fondasi perencanaan yang kokoh dan transparan.4 Tergesa-gesa dalam implementasi ini memunculkan kelemahan tata kelola finansial dan operasional yang serius. Anggaran yang masif, yang seharusnya menjamin kualitas, justru diselimuti oleh risiko korupsi sistemik dan pengadaan yang tidak transparan.7
Kelemahan finansial ini, ditambah dengan sistem logistik yang belum matang dan pengawasan yang diserahkan kepada pihak yang tidak berkompeten, secara langsung berkorelasi dengan menurunnya kualitas makanan dan standar higienitas di lapangan.8 Akibatnya, insiden keracunan massal yang masif bukanlah sebuah anomali, melainkan konsekuensi logis dari sebuah rantai kegagalan yang tidak pernah diatasi. Krisis kesehatan publik ini adalah bukti tak terbantahkan bahwa seluruh sistem operasional program tidak siap untuk skala nasional.
B. Mengapa MBG Ditakdirkan Gagal
Program MBG ditakdirkan gagal karena pemerintah gagal dalam hal-hal mendasar yang esensial untuk keberhasilan sebuah program sosial berskala besar. Pertama, pemerintah menunjukkan kurangnya komitmen politik untuk tata kelola yang baik. Kecepatan eksekusi lebih diutamakan daripada transparansi, regulasi yang kuat, dan akuntabilitas. Kedua, tidak ada kesiapan infrastruktur, baik logistik maupun sumber daya manusia, untuk mendukung program sebesar ini. Mengabaikan tantangan logistik dan menyerahkan pengawasan kepada guru dan pihak sekolah menunjukkan pendekatan yang tidak serius dan tidak profesional.
Ketiga, program ini berpotensi merusak sektor-sektor lain. Anggaran yang masif berisiko mengorbankan pendanaan untuk pendidikan dan program perlindungan sosial lainnya, yang justru merupakan fondasi penting bagi kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, alih-alih menyelesaikan masalah, program ini justru menciptakan masalah baru dan memperparah yang sudah ada.
C. Prospek dan Rekomendasi
Tanpa moratorium dan restrukturisasi total, program MBG akan terus menjadi sumber kerugian finansial negara dan ancaman bagi kesehatan anak-anak. Kebijakan ini harus dirancang ulang dengan pendekatan yang strategis, berbasis data, dan berorientasi pada dampak jangka panjang.19 Langkah-langkah perbaikan harus mencakup: (1) penyusunan landasan hukum yang kuat (Peraturan Presiden) untuk memastikan akuntabilitas, (2) pembenahan total pada mekanisme pengadaan dan seleksi mitra pelaksana untuk menghilangkan konflik kepentingan, dan (3) pembangunan sistem pengawasan yang profesional dan independen, bukan hanya mengandalkan pihak sekolah.
Pada akhirnya, kegagalan MBG adalah cerminan dari pendekatan kebijakan yang didorong oleh ambisi politik tanpa didukung oleh perencanaan yang matang dan tata kelola yang bertanggung jawab. Hingga saat ini, bukti di lapangan menunjukkan bahwa program ini, alih-alih menjadi solusi, telah menjadi masalah itu sendiri.
Daftar Pustaka
Did you know? The Free Nutritional Meal Program (MBG) is more than just food! - YouTube, diakses September 26, 2025, https://www.youtube.com/shorts/KgQjD9XG9OE
Pemerintah Salurkan Makan Bergizi Gratis (MBG), Ini Sasaran ..., diakses September 26, 2025, https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/pemerintah-salurkan-makan-bergizi-gratis-mbg-ini-sasaran-utama-penerimanya
PERAN MAKAN SIANG GRATIS DALAM JANJI KAMPANYE ..., diakses September 26, 2025, http://rumah-jurnal.com/index.php/jolasos/article/download/79/72/346
4 Alasan Program Makan Bergizi Gratis Cacat Sejak Awal dan ..., diakses September 26, 2025, https://fian-indonesia.org/4-alasan-program-makan-bergizi-gratis-cacat-sejak-awal-dan-berpotensi-gagal/
Riwayat Program Makan Bergizi Gratis, Awalnya Rp 15.000, Kini ..., diakses September 26, 2025, https://nasional.kompas.com/read/2024/12/01/07220561/riwayat-program-makan-bergizi-gratis-awalnya-rp-15000-kini-dianggarkan-rp?page=all
Anggaran Makan Bergizi Gratis 2026 Rp335 Triliun | Sindo Siang | 16/08 - YouTube, diakses September 26, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=owstEu9FlSE
Program Makan Bergizi Gratis Dikepung Risiko Korupsi Sistemik ..., diakses September 26, 2025, https://ti.or.id/program-makan-bergizi-gratis-dikepung-risiko-korupsi-sistemik/
Ribuan Anak Keracunan Makan Bergizi Gratis, Pakar Beri Catatan Ini, diakses September 26, 2025, https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-8132194/ribuan-anak-keracunan-makan-bergizi-gratis-pakar-beri-catatan-ini
Daftar kasus keracunan massal program Makan Bergizi Gratis ..., diakses September 26, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kasus_keracunan_massal_program_Makan_Bergizi_Gratis
DPD Ingin Pengawasan Program Makan Bergizi Gratis Diperketat ..., diakses September 26, 2025, https://www.tempo.co/politik/dpd-ingin-pengawasan-program-makan-bergizi-gratis-diperketat-1194073
Sepekan Makan Bergizi Gratis di Jaktim: Waktu Distribusi Belum Teratur - CNN Indonesia, diakses September 26, 2025, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250114090412-20-1186857/sepekan-makan-bergizi-gratis-di-jaktim-waktu-distribusi-belum-teratur
Makan siang gratis - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses September 26, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Makan_siang_gratis
Bagaimana Cara Kerja Satuan Layanan Penyedia Makan Bergizi Gratis? - Tempo.co, diakses September 26, 2025, https://www.tempo.co/ekonomi/bagaimana-cara-kerja-satuan-layanan-penyedia-makan-bergizi-gratis--1176480
Makan Bergizi Gratis dan SDM Unggul - Sekretariat Negara, diakses September 26, 2025, https://www.setneg.go.id/baca/index/makan_bergizi_gratis_dan_sdm_unggul
MAKAN SIANG GRATIS BUKAN KEBIJAKAN POPULIS, TAPI KEBIJAKAN PENTING UNTUK LAWAN STUNTING - YouTube, diakses September 26, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=vwABts2MudM
analisis persepsi publik terhadap program “makan ... - Sejurnal.com, diakses September 26, 2025, https://sejurnal.com/pub/index.php/jmi/article/download/5196/6087/10472
Kritik dan Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis - KBA News, diakses September 26, 2025, https://kbanews.com/pilihan-redaksi/kritik-dan-evaluasi-program-makan-bergizi-gratis/
Inilah Sederet Kritik Program Makan Siang Gratis yang Kini Diubah Jadi Makan Bergizi Gratis | tempo.co, diakses September 26, 2025, https://www.tempo.co/politik/inilah-sederet-kritik-program-makan-siang-gratis-yang-kini-diubah-jadi-makan-bergizi-gratis-55373
(PDF) Policy Brief | Dari Dapur ke Meja Sekolah ... - ResearchGate, diakses September 26, 2025, https://www.researchgate.net/publication/388633105_Policy_Brief_Dari_Dapur_ke_Meja_Sekolah_Mengatasi_Tantangan_Logistik_dan_Kualitas_dalam_Program_Makan_Siang_Gratis
Awal Mula Terungkapnya Dugaan Pemangkasan Anggaran Makan Bergizi Gratis | tempo.co, diakses September 26, 2025, https://www.tempo.co/hukum/awal-mula-terungkapnya-dugaan-pemangkasan-anggaran-makan-bergizi-gratis-1218002
Makan Siang Gratis 2025: Seperti Apa Programnya?, diakses September 26, 2025, https://stikeshb.ac.id/makan-siang-gratis-2025-seperti-apa-programnya/
Tan Shot Yen Kritik Keras Program MBG: Sampai Kapan Anak ..., diakses September 26, 2025, https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20250925111750-255-1277554/tan-shot-yen-kritik-keras-program-mbg-sampai-kapan-anak-makan-burger
Program Makan Siang Gratis Harus Memenuhi Standar Gizi Seimbang - Universitas Muhammadiyah Jakarta, diakses September 26, 2025, https://umj.ac.id/opini-1/program-makan-siang-gratis-harus-memenuhi-standar-gizi-seimbang/
Polri Dalami Kasus Keracunan Massal Program Makan Bergizi Gratis, diakses September 26, 2025, https://nasional.kompas.com/read/2025/09/26/16285321/polri-dalami-kasus-keracunan-massal-program-makan-bergizi-gratis
Operasional SPPG Alami Kasus Keracunan MBG Disetop Minimal ..., diakses September 26, 2025, https://news.detik.com/berita/d-8130926/operasional-sppg-alami-kasus-keracunan-mbg-disetop-minimal-14-hari
Terungkap: BP Taskin Percepat Implementasi 1.000 Titik Program Makan Bergizi Gratis di Daerah 3T - Planet, diakses September 26, 2025, https://planet.merdeka.com/hot-news/terungkap-bp-taskin-percepat-implementasi-1000-titik-program-makan-bergizi-gratis-di-daerah-3t-454360-mvk.html
Program Makan Bergizi Gratis di Sekolah Butuh Pengawasan dan Payung Hukum, diakses September 26, 2025, https://nasional.sindonews.com/read/1437429/15/program-makan-bergizi-gratis-di-sekolah-butuh-pengawasan-dan-payung-hukum-1723867698
STRATEGI KOMUNIKASI KRISIS PEMERINTAH KOTA SURABAYA MELALUI MEDIA “BANGGA SURABAYA” THE SURABAYA CITY GOVERNMENT'S CRISIS - Neliti, diakses September 26, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/369718-the-surabaya-city-governments-crisis-com-22eebfad.pdf
Strategi Komunikasi Publik di Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik dalam Peningkatan Citra Pemerintahan Kabupaten Bangka, diakses September 26, 2025, https://villages.pubmedia.id/index.php/villages/article/download/84/107/437
Indeks Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik Tahun 2024 - Komdigi, diakses September 26, 2025, https://djkpm.komdigi.go.id/assets/files/laporan-indeks-pikp-2024.pdf
STRATEGI PUBLIC RELATIONS PT. DANA PURNA INVESTAMA DALAM MENINGKATKAN CITRA PERUSAHAAN, diakses September 26, 2025, https://conference.untag-sby.ac.id/index.php/semakom/article/download/1630/742
Government statistics are suffering from a credibility crisis - Valens Research, diakses September 26, 2025, https://www.valens-research.com/investor-essentials-daily/government-statistics-are-suffering-from-a-credibility-crisis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar