Chapter 7 : In Balthiq Eyes (Part 2)
By Reza Pratama Nugraha
“Apa kau gila?”
Adik ibu berteriak didepan ibu, dia bahkan belum mendengar alasan ibu ingin melakukan ritual tersebut.
“Aku waras Nisha, aku ingin tahu tentang apa yang terjadi pada anakku!”
“Dalam keadaan seperti ini?”
Di hadapanku terdapat Lushan dengan perban di seluruh tubuhnya. Bau gosong dan busuk begitu menyegat di hidungku hingga aku berpikir apakah Lushan baik-baik saja? Di antara perban yang mengelilinginya, aku bisa melihat sedikit celah dimana terdapat daging yang tidak tertutupi kulit. Mengerikan. Ketika dia duduk di pangkuanku, dia masih berupa sosok yang dapat kukenali, namun tiba-tiba aku bisa melihat kulitnya meleleh di antara api yang menghilang ketika kubacakan mantra tidur untuknya yang mulai kesakitan, dan aku berteriak sekencang mungkin untuk meminta pertolongan.
Kini aku mulai berpikir kembali melihat sosok adikku yang sekarat, prioritasku adalah menolong Lushan. Persetan dengan misteri dibalik kekuatan misterius dan kejadian-kejadian aneh yang terus bermunculan ketika kita berada disini.
“Ibu aku ingin Lushan segera diobati, aku tak bisa melihatnya seperti ini..”
“Jangan kau juga Balthiq. Kau tidak mengerti, adikmu ini sudah melakukan..”
“Ibu sendiri yang bilang hal tersebut tidak mungkin bukan? Bagaimana adik kecilku bisa melakukan hal keji seperti apa yang dia ucapkan? Apa dia bisa melihat masa depan? Aku tak pernah mendengar sihir seperti itu!”
Adik ibu memegang pundak Ibu, dia menggelengkan kepalanya namun ibu tetap bersikeras.
“Kalian tidak mengerti, sekarang momen yang tepat. Lihat dewa yang mengunjungi badannya tadi? Dia sudah melakukan kontrak dengan dewa dan ketika dia pulih, kita tidak akan bisa masuk kedalam pikirannya.. Percayalah, aku juga tak ingin terjadi apa-apa pada anakku, dan kita akan segera pergi ke Shizang setelahnya.”
Tatapan ibu membuatku percaya bahwa dia bersungguh-sungguh ingin menyelamatkan Lushan, tapi tatapan adik ibu berkata lain.
“Aku tahu, tapi.. Yang kukhawatirkan adalah apakah tidak terjadi apa-apa pada pikiran Lushan setelah kau memasukinya? Kita semua tahu hal itu akan mengacaukan memorinya.”
“Tidak Nisha, aku sudah beberapa kali masuk kedalam pikiran seseorang dalam tahap introgasi dan tak pernah sekalipun merusak otak yang kumasuki.”
Merusak otak? Apa maksud ibu sihir ini sangat berbahaya?
“Lalu kenapa kau ajak Balthiq?!”
“Karena dia terlibat dalam hal ini, dan dia harus tahu apa yang terjadi..”
Tunggu, jadi semua masalah ini berasal dariku?
“Ibu, aku tak mau mengacau.. aku takut..”
“Tidak Balthiq, selama kau berada di sampingku, tidak akan terjadi apa-apa pada Lushan. Ini juga jadi pengalaman menarik untukmu bukan?”
Ibu tersenyum walau sebelumnya dia sungguh terlihat panik dan khawatir. Aku mengingat hal ini ketika ibu pertama kali mengajarkanku sihir, dia memiliki senyum yang sama dengan yang kini ia lakukan, walau aku bisa bilang bahwa yang ia lakukan adalah senyum yang paling tidak kusukai pada dirinya. Dia tersenyum seakan terdapat penyesalan terdalam pada dirinya.
“Baiklah jika itu maumu. Aku sesungguhnya sangat menolak ini, Lushan adalah obyek paling menarik yang pernah diterima akademi sihir, dan kau bisa saja mengacaukannya.”
“Nisha, aku tak mau anakku menjadi objek penelitianmu..”
“Aku tak mau kau membunuh anakmu sendiri!”
“...”
Aku hanya terdiam dari perseteruan kakak beradik ini. Aku menjadi ingat bahwa dulu aku selalu berdebat, mengejek, bercanda, dan bermain dengan Lushan sebelum meninggalnya ayah dan ibu ingin membawa kami. Lushan yang polos yang selalu mempercayai ayah akan perdamaian yang ayah impikan, walau aku selalu mengejeknya munafik. Lushan yang tidak pernah kupikirkan akan melukai lalat sedikitpun. Lushan yang lemah dan hanya membaca buku di rumah selagi aku kerja menggantikan ayah selagi ayah sakit dan ibu yang tak kunjung datang.
Air mataku mengalir, sesungguhnya aku benar-benar tidak peduli akan hal ini. Apakah yang kulakukan ini demi kebaikan Lushan atau hanya untuk diriku maupun ibu saja?
***
Adik ibu menggambarkan diagram dan mantra. Dia memohon pada dewa yang memberi ingatan untuk memberikan kekuatannya untuk masuk ke dalam batin Lushan dan aku juga ibu berdiri mengelilingi Lushan di tengah-tengah diagram tersebut. Ibu berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja selama aku memegang tangan ibu membuatku benar-benar memegangnya erat-erat, bahkan kuikatkan tali rambutku pada tanganku untuk jaga-jaga jika terjadi sesuatu.
“...”
Tiba-tiba seluruh ruangan menjadi gelap, dan kosong. Aku ketakutan, dan anehnya lagi aku tak merasakan tangan ibu memegang tanganku.
Bukan.
Aku tidak merasakan badanku sendiri, aku tidak merasakan apa-apa.
“Balthiq?”
“Eh?”
Tiba-tiba ibu sudah berada di sebelahku lagi, dia melihatku seakan berkata bahwa dia masih berada di sampingnya.
Saat itu kita seakan melayang di antara pasukan-pasukan di bawah. Aku tidak ingat Lushan pernah berada disini? Ini perang bukan?
“Lihatlah.. Kita ada di pikiran Lushan.”
“Eh? Lushan? Itu Lushan?”
“Ya, dia bukan Lushan adik kecilmu. Apa yang kupikirkan ternyata benar.. Lushan, sebenarnya apa yang terjadi padamu..”
Seorang yang ibu sebut Lushan berada di antara kerumunan prajurit dengan kuda yang gagah, baju zirah yang hanya dimiliki jendral-jendral perkasa, dengan pedan besar di punggungnya. Satu-satunya yang membuatku tahu bahwa dia Lushan adalah matanya, tapi bukan mata Lushan yang sering kutemui, melainkan mata Lushan yang baru saja membunuh para bandit tersebut.
“Ibu, jadi Lushan dirasuki oleh sosok ini?”
“Bukan Balthiq..”
Orang yang ibu sebut Lushan berteriak dan disambut oleh jutaan manusia dibelakangnya. Semangat mereka terbakar membara walau bisa terlihat di depan mereka adalah pasukan yang memenuhi garis horizon. Begitu banyak hingga aku tak tahu bahwa penduduk China memang sebanyak ini.
“Lushan!! Lushan!!Lushan yang agung!! Tidak Terkalahkan!!”
Mereka memanggilnya Lushan. Apakah nama Lushan adalah nama yang pasaran?
“Ibu mereka memanggilnya Lushan..”
“Tentu saja Balthiq, dia Lushan adikmu..”
“Tapi dia tua? Apa kita.. sedang melihat masa depan? Bukankah seharusnya kita berada di ingatan Lushan?”
“Kau masih belum sadar juga Balthiq? Dia bukan lagi Lushan adik kecilmu, bahkan kini umurnya sudah melebihimu mungkin. Dia.. berasal dari masa depan.”
Masa depan? Aku tidak pernah ingat bahwa terdapat dewa waktu atau semacamnya yang memiliki kekuatan membalikan waktu. Jika memang ada, maka dunia akan kacau balau bukan? Apa yang ibu katakan benar-benar tidak masuk akal.
“Maksud ibu? Tunggu, tidak mungkin bukan?”
“Ibu juga tidak percaya.. Tapi hanya ini satu-satunya penjelasan tentang keanehan yang terjadi pada adikmu.”
Lushan bergerak memimpin pasukannya. Dilihat dari atas, terdapat pasukan yang memberikan asap kabut, dan dalam kabut tersebut terlihat perubahan formasi yang berubah begitu rapih. Mereka seperti menyusun suatu labirin selagi pasukan musuh menyerang dengan pasukan kuda mereka.
Aku dan ibu hanya terdiam menonton selagi pasukan musuh memasuki asap, dan terjadi perperangan yang tidak bisa kita lihat. Ibu menggunakan sihirnya untuk mempercepat waktu dengan bergesernya matahari di langit, lalu tiba akhirnya angin membuat asap tersebut hilang.
“Ibu lihatlah.. Pasukan musuh tersebut sudah gugur, dan hanya tersisa Lushan dan pria besar..”
“Tidak mungkin.. Dia salah satu dari 6 jendral dari surga, Shin Zhaun yang disebut tidak terkalahkan. Dia pasukan yang dianugrahi dewa perang, dan dia tidak terlihat tua sama sekali..”
Lushan dengan kudanya seperti berbicara dengan jendral tersebut. Dia terlihat tersenyum puas melihat Shin Zhaun yang terlihat murka dengan darah dan luka disekujur tubuhnya.
“Barang antik, walau umurmu tidak bertambah, kau tetap barang antik kakek tua.”
“Pertama kalinya aku dipermalukan seperti ini. Kau dengan taktik licikmu, dan kau sebut dirimu sebagai ksatria tidak terkalahkan? Seorang jendral yang mengakui dirinya terkuat tidak menggunakan taktik licik seperti itu.. Dia segera menyerbu melewati dinding tubuh manusia dengan tombak-tombaknya.”
“Kau dengan pikiranmu yang kuno. Lucu, bagaimana mungkin kau bisa selamat selama ini dengan taktik konyolmu tersebut. Ah, tentu saja. Dinasti Tang tidak pernah menemui musuh yang setara selama ini, hanya bandit dan pasukan dari utara yang kini kalian batasi tembok karena ketakutan kalian.”
“Kau sebut diriku bodoh? Kenapa kita tidak bertarung saja wahai Lushan agung. Aku tahu hanya kematian yang menungguku disini..”
Lushan memegang pedangnya besarnya, dia tersenyum atas tantangan tersebut.
“Silahkan. Kita buktikan apakah yang berada di hadapanku adalah barang antik atau bukan.”
Semua pasukan yang tersisa dan bertarung tiba-tiba menghentikan perkelahian mereka dan mengelilingi pertarungan yang sedang terjadi di hadapan mereka.
“Ibu kenapa mereka tidak melanjutkan perperangan mereka?”
“Disini momen perperangan sesungguhnya. Perang sesungguhnya adalah momen bagi para pemimpin perang, bukan prajurit dibelakangnya. Siapapun yang jatuh dari para pemimpin ini menentukan siapa yang kalah atau tidak, dan tentunya jika mereka terus bertarung, mereka akan kehilangan momen paling berarti, pertarungan antar jenderal sebagai pembuktian siapa yang paling tangguh di medan perang."
Ibu seperti berkata bahwa perang tidak pernah menjadi momen dari jutaan prajurit yang bertarung, mati, ataupun berusaha untuk bertahan hidup melainkan momen-momen jendral, satu manusia yang memimpin mereka dalam kemenangan atau kematian. Seberapa bertanggung jawabnya mereka atas jutaan kehidupan di belakang mereka, ataupun harapan yang dibebankan pada punggung mereka?
Shin Zhuan saat itu segera menyerang Lushan secara langsung dan walau Lushan menangkis Glaive Shin Zhuan, Kudanya terdorong begitu kuat seperti ditabrak oleh sesuatu yang berat.
“Serangan yang bagus untuk barang antik.”
Lushan terus mencoba memancing Shin Zhuan yang semakin terlihat merah mukanya.
“Kali ini kau akan benar-benar mati Lushan.”
Shin Zhuan kembali menyerang dengan sekuat tenaga dan Lushan menahannya, dan kini benar-benar kuda tersebut terpental jatuh. Tapi seketika itu juga Lushan menghilang, dan secara cepat sudah berada di atas tanah, berdiri dengan pedang ditangannya.
“Siala..”
Selagi Shin Zhuan ingin membalikan kudanya kehadapan Lushan, Kuda Shin Zhuan terbelah dan dia terjatuh di tanah. Shin Zhuan segera berdiri kembali memasang kuda-kudanya.
“Sepertinya kuda kita sama-sama jatuh. Kita harus bertarung di tanah, dan aku pikir senjatamu tidak begitu kuat disini..”
“Tak ada bedanya, aku akan tetap membelahmu menjadi dua di kudaku ataupun di tanah ini..”
“Coba saja..”
Lushan kini yang menyerang Shin Zhuan, dia menebas senjata Shin Zhuan dan Shin Zhuan terlihat kaget dengan apa yang dia hadapi.
“Kau.. Bagaimana mungkin..”
“Ya, aku akui kau yang paling kuat di antara barang antik.”
Aku tidak mengerti, tapi Shin Zhuan mengeluarkan darah dari mulutnya, dan semuanya bersorak atas Lushan.
“Lushan.. Sepertinya kita berada pada waktu yang salah.”
“Mengapa ibu?”
“Dia menggunakan sihir. Pria itu.. Lushan sudah memegang jantungnya selagi pedang tersebut beradu dengan senjata Shin Zhuan. Sihir biasa bisa kubilang, kupikir Lushan belum mengerti benar bagaimana cara menggunakan sihir dan hanya memakai instingnya saja.”
“Tapi tangan Lushan masih berada di pedang tersebut?”
“Yang kau lihat hanyalah wadah. Tubuh kita ini wadah, tapi tidak dengan ruh kita. Bayangkan jika ruh tersebut bisa lepas dari wadah dan seketika menjadi fisik. Kau tidak akan mengerti untuk sekarang Balthiq, tapi itu yang dilakukan Lushan kini. Kita sepertinya harus ke masa sebelum ini..”
“...”
Ibu membaca mantra sambil menggerakan jarinya. Dunia tiba-tiba kembali diterkam oleh kegelapan, akan tetapi sesuatu yang kupijak tiba-tiba bergetar dan terdapat suara yang begitu keras dipikiranku.
“Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan disini?”
“Oh tidak.. Balthiq, pegang tangan ibu kuat-kuat”
“Ada apa ibu?”
Ibu terlihat khawatir, dia cepat-cepat membacakan mantra dan terdapat sinar yang muncul dari tubuhku.
“Suara tersebut adalah suara dewa yang memegang kontrak dengan Lushan. Dia bukan dewa biasa untuk masih bisa berikatan dengan Lushan dalam kondisinya yang seperti ini. Dia akan mengguncang psikis kita untuk berpisah dari psikis Lushan, tapi hal ini akan sangat...”
Tiba-tiba gempa menghentakan tanah, dan aku seperti terbang terpental. Begitu kuat gaya yang ingin memisahkan aku dari tangan ibu, dan tiba-tiba saja tali yang kuikatkan pada tangan ibu dan tanganku putus oleh gaya tersebut dan pada akhirnya aku terhisap dalam kegelapan.
“...”
Tiba-tiba aku mendengar suara Lushan.
Dia berkata bahwa dia ketakutan.
Dia berkata seperti itu seakan dia ditinggalkan oleh sesuatu.
Aku ingin menemaninya tapi aku tidak bisa merasakan badanku.
“Lushan?”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar