Senin, 26 Oktober 2015

Short Review Movie : Beast of no Nation (2015)

Beast of no Nation 
Directed by Cary Joji Fukunaga
Starring Abraham Attah, and Idris Elba. 



Gw selalu mikir mengapa gak pernah ada film perang yang berani mengambil sudut pandang seorang anak-anak yang terjebak dalam perperangan? Mereka sering sekali dijadikan korban, dan dijadikan prajurit walau umur mereka yang sedemikian kecil. Memang beberapa film ngangkat topik ini, macam Blood Diamond, tapi selalu gw sayangkan adalah mereka hanya menyentuh topik tanpa benar-benar menggunakan mata mereka dan hati mereka, para korban perang tersebut. Suatu saat keresahan ini ngebuat gw berusaha nulis kerangka cerita dari inspirasi ads perang, suatu normalitas, perubahan dalam sekejap, terjebak dan metamorfosis karakter menjadi binatang perang, dan yah, gw sendiri gak bisa, topik ini nyatanya terlalu berat dan harus dibawa serius. Pikiran gw saat itu : It's going to be a powerful anti-war story, but then, it's need a boldness and genius mind to take this material.

Suatu saat lagi liat grup film, muncul nama Cary Joji Fukunaga, sutradara True Detective Season 1. Netflix, salah satu channel favorite gw. Lalu foto anak kecil dikalungi peluru, dengan judul yang sangat menarik : Beast of No Nation. Setelah liat trailernya, gak seperti film lain yang gw masih nyoba nyari review sana-sini untuk mutusin download, gw tahu film ini bakal bagus, materi yang solid, dan dipegang sutradara yang jenius, mana mungkin film ini bakal jelek?

Ketika film dimulai, semua yang gw harapin ada disini, normalitas, kejenakaan, suatu tragedi yang mendadak mengubah hidup seorang anak berubah 180 derajat, perubahan dramatis hidup anak tersebut, dan banyak moment-moment ironis yang menyayat hati. Gw suka banget salah satu scene ketika pallet warna sekitar berubah, suara pengang ditelinga sang anak dan kita hanya mendengar suara peluru, the numbness, kebrutalan demi kebrutalan dan scene bener-bener ngebuat kita sadar betapa mati rasanya si anak yang udah kehilangan moralitasnya, dan scene pengakhir yang efektif, gw gak bakal spoilerin disini.


Salah satu scene yang memperlihatkan perubahan pallet, membawa atmosfir numbness pada protagonist sekaligus keindahan cinematografi pada kebrutalan yang ditampilkan film ini.

Setelah semua itu, ironi demi ironi dikeluarkan tentang betapa hopelessnya perperangan ini, betapa tidak berartinya perjuangan mereka para pembrontak. Gw inget ketika suatu monolog menyedihkan berputar mengenai pesimisme, bahkan keputus-asaan bahwa dia percaya bahwa untuk bisa kabur dari perang ini hanyalah kematian. Ironi bahwa pikiran tersebut muncul dari anak yang kita amati selama 2 jam lebih ini bener-bener menyayat hati gw, dan bagaimana cinematografi dari film ini bisa nangkep momen-momen memilukan itu dengan ciamik, bener-bener buat gw salut.

Ketika film selesai, penulis sekaligus sutradara, Cary Fukunaga memberi sentuhan harapan setelah memperlihatkan kita kengerian yang jarang sekali tertangkap dalam pengalaman cinematik selama ini. Gw speechless, movie ini menurut gw powerful banget, tempo pacingnya bener-bener bikin film ini gak kehilangan momentum, dan gw gak bisa komentar apa-apa soal cinematografi Cary Fukunaga, it's perfect. Beberapa kritikus bilang film ini bener-bener ngeliatin kekejian sampai melebihi pada level empati pada seorang anak kecil, dan gw bisa bilang itu salah besar. Film ini benar dengan melihat kekejian tersebut (dan mungkin kenyataannya bisa lebih keji dari ini), dan seakan film ini mencoba bertanya pada kita : Bahwa di kenyataan hal ini benar-benar terjadi dan kita bisa saja berada pada keadaan seperti itu. Merupakan suatu keberuntungan bahwa kita lahir di negara yang pada momen ini tidak berada dalam situasi sebrutal film ini ketika kita tidak benar-benar disuruh memilih mau dilahirkan dimana, dalam kondisi apa, dan sebagainya, kesadaran yang seperti ini yang melatih empati kita.

Oh, sampai lupa, Beast of No Nation juga didukung performance yang kuat banget. Idris Elba disini benar-bener apik dan mungkin salah satu performance terbaiknya, dan Abraham Attah juga menghayati banget perannya sebagai Agu protagonist kita ini, dan gw gak nyangka bahwa anak sekecil ini dan merupakan film pertamanya bisa deliver banget ekspresi tragedi, mati rasa, tegang dan rasa takut ke penonton, poko'e berbakat, bener-bener salut.

Jadi yah bisa gw simpulkan, it's one of the best anti-war movie with beautiful cinematographic and great performance, dan loe harus nonton ini, segera, dan sekarang juga.

Score : 10/10 (Masterpiece)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar