Senin, 14 September 2015

Naqoyqatsi - Chapter 4

Chapter 4 : The Devil
By Reza Pratama Nugraha

Apa kau melihatnya tadi? Hei aku berbicara denganmu Lushan. Apa yang kau coba abaikan? Semua tindakan itu, segala tetek bengek perang yang kau lakukan demi mewujudkan impian kalian berdua, tidak, bahkan kau tidak sungguh-sungguh mengimpikannya.

Kau hanya melakukan ini demi dirinya bukan?

Manusia, diperdaya oleh ilusi, dan ah, kalian sebut apa aku sungguh lupa, yang otomatis menggerakan tubuh kalian, keputusan dan kehendak yang membuat kalian mengubah laju dengan sungguh drastis, mengubah jaman, mengubah nasib banyak orang, demi ego kalian itu, demi kesenangan yang kasat mata itu?

Ahh aku ingat, cinta, kalimat penuh kemuliaan yang sesungguhnya adalah kebutaan manusia yang sesungguhnya.

Budak cinta, aku lebih suka menyebutnya seperti itu. Kebutaan, dan ketidak pedulian atas nama ego, tuhan, kekasih, dan anak-anakmu. Kubilang sekali lagi, kalian adalah budak dari cinta sehingga kalian benar-benar terkekang olehnya.

Jika kusebut saja apa  yang paling membahagiakan dari dunia ini, maka akan kusebut sebagai kebebasan sejati, kalian, manusia, adalah mahluk yang terkekang dari jasad hingga ruh oleh ilusi-ilusi tersebut. Nafsu, ambisi, cinta, kalian mahluk berakal bahkan tidak benar-benar waras karena tiga hal tersebut.

Tapi selamat Lushan, kau sudah terbebas dari itu semua. Kamu sudah menjadi manusia yang bebas dengan sesungguhnya, kini takdir ada di tanganmu. Ayo lushan, ubah dunia ini, kini waktu telah bergerak untukmu.

***

Tanpa sadar aku sudah berlari jauh dari kegilaan di aula tadi. Tanganku bergetar,  suara bergema di dalam otakku, dan air mataku keluar tanpa bisa aku menahannya.

“Haha.. Iblis..”

Iblis, sudah sejak kapan mereka menyebutku seperti itu? Karakter mulia ataupun busuk adalah dua sudut pandang prespektif yang berbeda antara dimana diri kita berdiri. Tapi, satu hal yang kuketahui, jika saja muncul kedua prespektif tersebut maka tidak ada yang benar-benar salah, maka aku benar-benar seorang iblis, dan mata Roxanna dengan sangat jujur melihat hal tersebut.

Kini aku tak bisa menolak, mengabaikan, atau berpura-pura tidak peduli. Ya, aku telah membunuh banyak orang demi ambisi semata, kegilaan dan kebutaan yang timbul atas cinta, lebih tepatnya sakit hati, dan dendam atas kegilaan dunia ini. Kebutaan itu mengakibatkan aku telah kehilangan kemanusiaanku, kegilaan menelanku dan aku akan mengulanginya kembali, lagi, dan lagi.

“Roxanna..”

Kini hati hancur lebur, dia yang berkata bahwa akan menungguku, dan menerimaku kapan saja nyatanya orang yang mengutukku begitu mendalam atas perilaku yang telah kuperbuat. Bisa saja aku berpikir, Roxanna belum melihat sisiku yang sesungguhnya, api yang berkobar yang sering disebutnya dulu. Tapi aku tahu siapa Roxanna, matanya adalah kejujuran yang pernah kusaksikan dalam hidupku, dan dia tidak melihat cinta maupun ambisi dalam diriku.

Dia hanya melihat kegilaan yang timbul dari peristiwa-peristiwa tragis dan kematian jutaan orang ang timbul dari ambisi satu pria ini saja.

Maka aku adalah iblis, yang tak sadar tentang apa yang diperbuatnya, menganggap dirinya mulia namun lebih rendah dari binatang sekalipun, menganggap dirinya pantas namun sesungguhnya tidak.

Aku merasa begitu kosong, rapuh, dan bisa hancur kapan saja. Aku kembali bertanya, untuk apa aku disini? Apa aku memang peduli pada masyarakat? Apa memang aku peduli pada Roxanna, ibu, kakak, dan segala bentuk ketidakadilan dalam dunia ini. Apa aku memang benar-benar peduli atas kegilaan yang timbul dari manusia-manusia yang buta tersebut? Jika aku memang peduli, kenapa aku melakukan tindakan yang mencerminkan kegilaan itu sendiri?

...

“Lushan!”

Tiba-tiba seseorang berteriak dari kejauhan menyadarkanku dari renungan yang membuatku bertanya-tanya atas idealitasku. Aku baru tersadar bahwa kini aku berada di taman belakang kediaman keluarga An yang begitu sepi dan gelap, jauh dari kerumunan pesta pernikahan. Saat itu, salah satu penjaga Roxanna memanggilku dari kejauhan, dan aku bisa melihat sesuatu yang berbahaya dari matanya.

“Siapa kau Lushan? Bagaimana kau bisa tahu identitas tuan putri, dan bagaimana kau membuat tuan putri histeris seperti tadi!”

“Tunggu siapa namamu sebelumnya?”

“Xin Juan.”

“Aku mengenalmu, sepertinya.. Bagaimana mungkin kau memakaikan namamu pada tuan putrimu sendiri.”

“Diam dan jawab pertanyaanku Lushan!”

“...”

Aku hanya terdiam, dan wanita tersebut mengeluarkan pedang dari sarungnya.

“Kau ingin membunuhku? Kau tidak sadar di kediaman apa ini?”

“Kaisar mempercayaiku, dan kau bukan apa-apa selain seorang yang baru saja mendapat gelar bangsawan. Kerajaan tidak akan menganggapnya serius.”

“Jadi aku harus mati? Kau tidak ingin tahu dulu siapa diriku dan bagaimana aku terlibat dengan tuan putri? Bukankah barusan kau bertanya?”

“Aku berpikir untuk menyulik, menyiksamu, dan mengeluarkan kata-kata dari mulutmu. Tapi aku tidak pernah sekalipun melihat tuan putri sehisteris itu, kau benar-benar ancaman bagi tuan putri, atau mungkin... kerajaan ini.Iblis dia menyebutmu, aku tidak pernah mendengar tuan putri menyebut sebutan yang lebih buruk dari itu, dan instingku mengatakan bahwa aku harus membunuhmu Lushan.”

“...”

Dia memasang ancang-ancang, pedangnya sungguh mantap dipegangnya oleh kedua tangan tersebut.  Xin Juan kalau tidak salah, merupakan wanita petarung yang menurut kebanyakan memiliki hormon lelaki. Badannya besar, dan zirah serta pedangnya merupakan perlengkapan yang dipakai oleh laki-laki yang sudah melatih badannya. Dari ancang-ancangnya, aku bisa membayangkan tubuhku bisa terbelah dua oleh satu tebasannya.

“Apa kau akan membunuh seseorang yang tidak memakai pedang? Bukankah itu menyalahi sumpahmu sebagai ksatria?”

“Aku bukanlah ksatria, dan tak ada sumpah untuk tidak membunuh seorang yang tidak berdaya, ataupun tidak bersenjata. Sumpahku adalah memusnahkan segala ancaman bagi tuan putri.. Hei!!”

Ketika bertanya, aku segera mengambil kayu di bawah kakiku dan berlari memutar.

Tapi untuk apa? Mengapa darah dan gejolak dalam tubuhku begitu merasakan sensasi menyegarkan dalam hal ini. Apa aku benar-benar merasakan kenikmatan dalam keadaan membunuh atau dibunuh?

“Kau ingin bertarung dengan kayu hah!”

Dia menebaskan pedangnya, dan aku segera melompat menjauh.

“Ahh..”

Tanpa sadar kepalaku sudah berdarah, dan dia sudah memasang ancang-ancang seperti pedang tersebut tidak memiliki beban yang berarti baginya. Dalam hal ini, Xun Juan tidak sama dengan Bandit yang dulu menyerangku, serangan yang lambat dan penuh dengan peluang, Xun Juan memiliki kecepatan dan kekuatan yang mengerikan. Parahnya lagi, aku hanya memiliki kayu di tanganku.

“Beberapa inci lagi, otakmu mungkin sudah berceceran tadi.”

“...”

Ketika itu aku merasa bahwa jarak dari tebasannya lebih dari perkiraanku. Sekali melihatnya aku sudah tahu bahwa jarakku sudah cukup aman, tapi instingku mengatakan untuk meloncat menjauh, dan benar, hampir saja aku kehilangan kepalaku.

“Jarak tebasan yang melebihi jarak yang sesungguhnya.. Kau menebas pedang dan  kemudian memegang pedang pada sisi ujung sehingga mendapatkan jarak yang lebih luas bukan? Genggaman yang sungguh kuat untuk seorang wanita!”

“Kau memang bukan anak biasa Lushan..”

Dalam kecepatan, teknik dan kekuatan yang sempurna seperti ini, bagaimana aku bisa mengalahkannya. Lalu sekali lagi, bagaimana aku bisa mengalahkannya dengan kayu maupun badan yang lemah ini?

Ketika itu kepalaku berdengung, aku kembali mendengar suara samar-samar dalam kepalaku.

“Tunjukan bahwa dirimu pantas...”

Suara tersebut sirna kembali, dan tiba-tiba dalam momen tersebut Xun Juan berlari dengan cepat sambil menebaskan pedangnya. Aku segera melompat dan berguling menjauhinya. Ketika itu aku tahu bahwa setiap serangannya, aku seperti melempar koin antara tebasan itu mengenaiku atau tidak, kesempatannya adalah lima puluh banding lima puluh, dan mungkin di serangan terakhir ini aku akan mati.

Kecuali dengan sihirku, yang dimana aku akan mati jika menggunakannya kini.

“Maafkan aku Lushan, serangan yang selanjutnya pasti akan mengenaimu. Aku jarang bertarung melawan bocah sepertimu.”

Bocah.. Apa maksudnya serangan yang lolos tadi karena dia tidak terbiasa menyerang bocah sepertiku? Ketika itu aku menyadari bahwa dia belum menggunakan serangannya dengan serius, dia berpikir dengan serangannya yang biasa mampu membunuhku seketika, yang sesungguhnya memang mampu membunuhku seketika. Lebihnya lagi, mungkin ini bisa menjadi kesempatanku untuk menyerangnya.

Pertama dia akan menebas dengan membabi buta seperti itu, tidak begitu cermat sehingga aku bisa masuk dengan kuda-kuda rendah, tapi satu kesalahan dan aku akan mati. Lalu jika saja aku memang berhasil masuk dalam jarak serangan, aku mungkin akan menyalurkan sedikit sihir pada batang kayu ini untuk menusuknya, tapi apakah hal tersebut mampu menembus baju zirahnya? Ada beberapa celah, namun satu kesalahan maka fatal bagiku, dia akan menaikan pertahanannya yang membuatku tidak memiliki kesempatan menang lagi.

“Lushan!!”

Disaat Xun Juan sedang mengambil ancang-ancang, dan aku berpikir keras untuk mengalahkannya, Balthiq meneriakiku dari kejauhan.

Ah, Xun Juan menengok, kesempatan!

Aku berlari mendekatinya, sedikit memakai tenaga dalamku di kaki sehingga melompat mendekatinya dan menusukan batang kayu yang sudah kuberi sihir tepat pada celah zirahnya.

“Ughh...”

“Ahh!!”

Saat itu juga tangan kirinya dengan cepat memegang tanganku, lalu dia melepas pedangnya dan mengangkat sambil mencekikku. Aku tidak bisa melawan, dan beberapa detik lagi tangannya akan meremukkan leherku. Saat itu aku melihat Balthiq membacakan mantra.

“Dewa petir, hancurkan musuhku!!”

Seketika petir menyambar Xun Juan dan anehnya tidak ikut menyambarku. Gosong, bau asap mengelilinginya, namun matanya masih berkobar kebencian. Dia berdiri dimana aku masih terkapar lemas di tanah mencoba mengambil nafas.

“Ahh...”

Balthiq ketakutan melihat wanita besar itu berjalan ke arahnya , lalu ketika aku sudah mampu berdiri, aku melihatnya. Wanita tersebut menggunakan sihirnya, dan membuat Balthiq terpental jauh.

“Balthiq..”

Aku tahu sihir tersebut, sihir yang cukup untuk meremukan tulang dan membuat seorang yang terkena mati seketika akibat dahsyatnya benturan.

“Lushan, kau selanjutnya. Sudah cukup dengan permainan pedang bodoh tadi, aku sudah muak dengan semua itu!”

“Ughh..”

Dia melukiskan simbol pada jarinya, dan aku terjebak dalam sebuah air yang mengelilingiku.

“Aku mematikan kakakmu seketika, itu lebih baik baginya yang mencoba menyelamatkan saudaranya. Tapi kau, aku ingin kau mati perlahan-lahan. Aku ingin melihat ekpresi bocah yang berani-beraninya menusukku dengan sebatang kayu!”

Saat itu aku sudah patah arang. Balthiq pada akhirnya bernasib sama, aku hanya menundanya sebentar. Roxanna, dia kini membenciku dan menghancurkan hatiku, kini aku tidak mungkin menyalamatkannya. Ibu, dia akan jatuh pada kegilaannya lagi, bayang-bayang masa depan yang sungguh mengerikan tanpa seorangpun yang mampu menghentikannya. Di momen-momen terakhir aku kehilangan idealitas hidupku, mengetahui bahwa aku hilang dalam kegilaan hidup ini, sungguh menyedihkan. Pada akhirnya aku kehilangan semuanya, ah, kini aku berpikir, untuk apa aku kembali lagi?

***

“Naqoyqatsi, aku ingin menyebutmu demikian Lushan.”

“Eh?”

Tiba-tiba aku berada di ruangan putih, ruangan penuh misteri yang membawaku pergi ke masa lalu. Kini di depanku terdapat pria penuh dengan kobaran api di badannya.
“Apa yang kau maksud, dimana ini? Apa aku sudah mati?”

“Naqoyqatsi, istilah dari bahasa suku yang jauh dari negeri ini. Hidup sebagai perang, aku melihat dirimu seperti itu Lushan. Lalu disini adalah ketiadaan, tanah yang diluar dari lingkup ilahiah, kau tidak dipengaruhi oleh hukum tuhan disini. Lalu pertanyaan terakhir, ya dan tidak, kau ada di ambang tersebut sehingga kau bisa berada disini.”

Pria tersebut duduk dalam kursi, dan menyuruhku untuk duduk di belakang kursi yang tanpa sadar sudah berada disana.

“Aku pikir ini kedua kalinya kau berada disini.”

“Ya, belum lama ini, aku tidak begitu ingat dengan pasti, aku bertemu mahluk misterius yang sama seperti dirimu, dia membuatku kembali ke masa lalu.”

“Mungkin saja, tapi aku tidak tahu terdapat sosok seperti demikian, sungguh menarik.”

Dia kemudian mempersilahkan diriku meminum minuman yang tiba-tiba sudah ada di depanku. Sebuah cangkir yang unik, bentuknya begitu elegan, dan aku tidak tahu ada bentuk cangkir seperti ini. Rasa dari minuman itu pahit, manis, dan unik, aku tidak pernah merasakan minuman ini sebelumnya.

“Pasti kau kebingungan dengan minuman tersebut, tentu saja, itu bukan minuman yang populer pada jamanmu. Mereka menyebutnya kopi, kau bisa mendapatkannya di tanah timur, kupikir jalur perdagangan dengan bangsa timur sudah terjalin pada zamanmu, kau bisa menukarkan sutra untuk ribuan bijih kopi yang bisa dijadikan minuman nikmat ini.”

“Zaman? Maksudmu, kau bukan dari zaman ini?”

“Ya dan tidak , aku adalah mahluk yang lebih tinggi dari kalian. Bagi kami, masa hanyalah seperti lingkaran, masa depan dan masa lalu tidak ada artinya bagi kami. Kini wujudku adalah penjelmaan untuk segala indramu mampu menangkapgagasan tentang siapa diriku. Apa kau masih ingin tahu mengenai dunia ini? Aku bisa berbincang lama denganmu, setidaknya waktu berhenti disini.”

“Tunggu... ya, aku sedang berada pada masalah genting. Aku hampir mati, dan mengapa aku bisa berada disini?”

“Rasa ingin tahumu kuat bukan? Kau berada disini karena aku merasa kau sudah cukup melewati penilaianku. Pertama kau melewati batas waktu, kau adalah anomali dan kau menjadi sosok yang terlepas dari satu hukum tuhan, waktu. Lalu kedua, kau telah bertanggung jawab atas kematian jutaan manusia, hal itu sudah membuka segala jenis potensi dalam dirimu, kau sudah menjadi suatu eksistensi spesial dalam alam semesta ini. Terakhir adalah ilusi, kau baru saja melepaskan diri dari salah satu ilusi terkuat dalam dunia ini, dan dengan hal itu kau menjadi manusia penuh potensial, berbeda dari segala pria dengan bakat seperti dirimu.”

Sosok ini membicarakan hal-hal yang absurd. Apa maksud dari eksistensi, waktu, anomali, ilusi, dia berkata apa sesungguhnya?

“Lalu apa yang kau inginkan dari segala hal itu?”

“Aku menawarimu kekuatan Lushan, dan kekuatan ini bukan kekuatan yang bisa kuberikan pada siapa-siapa. Kekuatan yang mampu mengubah sejarah, seseorang menyebutnya harapan, seseorang menyebutnya kehancuran. Aku menyebutnya kekuatan absolut.”

Aku menyadari bahwa mahluk di hadapanku adalah ruh dewa. Setiap penyihir yang mengendalikan elemen untuk mencapai tingkatan selanjutnya berucap langsung dengan dewa itu sendiri dalam meditasi yang lama, dan menurut mereka, seperti menyatu dengan tuhan. Kupikir diriku sungguh spesial atas peristiwa yang terjadi untuk mampu berada disini.

“Kau ruh api bukan? Apa kau menawariku kekuatan api? Kudengar para penyihir mampu berkomunikasi dengan ruh seperti dirimu.”

“Bukan. Kau bisa menyebut diriku ruh, tapi aku adalah bagian dari tuhan itu sendiri. Setiap ruh adalah bagian tuhan, dan kau juga adalah bagian dari tuhan. Api adalah gagasan yang kuciptakan agar indramu mampu menangkap sedikit dari substansi yang kuciptakan, tapi aku bukanlah wujud tersebut kawan. Mungkin aku agak sedikit kebingungan untuk menjelaskan siapa diriku, apakah kau ingin melihat apa yang kulakukan di masa depan? Peranku begitu besar di masa depan nanti.”

Dia mengajakku masuk dalam pintu yang tiba-tiba terbuka dalam kekosongan tempat ini. Tak ada pilihan, aku mengikutinya dan aku berada dalam suatu lingkup ruangan penuh dengan gambar yang bergerak dengan cepat.

“Aku menciptakan ruangan ini untuk kau mampu menangkap rentang waktu, dan disinilah kekuatan diriku berada.”

Dia menunjuk pada suatu gambar dimana terdapat burung besi besar melepaskan sesuatu, seperti bijih-bijih besi yang mendarat pada suatu bangunan yang tidak pernah kulihat sebelumnya dalam duniaku. Ketika itu tiba-tiba semua menjadi putih, dan sebuah asap besar menembus awan dan api yang luar biasa dahsyat di antaranya. Beberapa menit kemudian semuanya menghilang, dan tidak tersisa apapun di daratan.

“Masa depan adalah dunia dimana mereka dengan mudah memanfaatkan kekuatan ruh materi, dan mereka tidak lagi berkomunikasi dengan ruh materi untuk memanfaatkan mereka. Mereka mampu memanfaatkan listrik untuk membuat sinar, memanfaatkan api untuk memasak ataupun membunuh, memanfaatkan air, dan sebagainya. Dunia masa depan sungguh efisien, penuh dengan pemikiran cemerlang, dan ideologi menarik. Tapi sudah merupakan sifat manusia, ilusi yang kumaksud itu untuk saling menghancurkan, dan hal tersebut tidak pernah sirna dari zaman ke zaman, dari filsuf zaman kegelapan hingga zaman pencerahan. Pada akhirnya sampailah mereka pada ruh materiku, sungguh mengerikan, untuk memberikan mereka suatu kedudukan penguasa, kehancuran dimana-mana demi sebuah ego suatu bangsa yang merasa diri mereka bebas, mereka tidak pernah bebas sesungguhnya.”

Lalu setelah omongan yang memusingkan tersebut, dia memperlihatkan gambar penuh kehancuran di muka bumi. Awan yang penuh dengan petir, tanah gersang tanpa mahluk hidup, masyarakat yang berada di bawah tanah dengan prajurit-prajurit yang menodongkan senjata yang tidak kukenali untuk bekerja, dan manusia-manusia yang hidup bahagia di atas semua itu.

Saat itu aku bisa melihat di antara manusia itu terpasang suatu alat, ketika mereka mengacau, dimana pada gambar tersebut sang pria sepertinya sedang menulis sesuatu di kediamannya dengan sembunyi-sembunyi, beberapa besi berbentuk manusia bergerak menangkapnya, dan beberapa saat kemudian menembaknya hingga mati.

Mata mereka seperti orang mati, dan juga para petingginya yang hidup dalam kelimpahan, mereka semua layaknya orang mati yang berjalan.

Saat itu aku mengingat sihir yang ibu lakukan, sihir mengerikan yang mampu mengawasi segala gerakan, omongan, dan semacamnya yang akan memberikan hukuman berat bagi yang mencurigakan bagi sihir tersebut. Tanpaku, dunia yang diciptakan ibu pasti kurang lebih sama dengan apa yang terjadi di gambaran masa depan ini, mengerikan.
“Tidak berbeda bukan dengan duniamu Lushan? Inilah yang terjadi di masa depan, sungguh mengerikan. Lucunya, mereka yang mampu mengubah dunia ini adalah orang-orang sepertimu Lushan, namun mereka semua terkekang oleh ilusi dunia.”

“Merasa bahwa apa yang mereka lakukan demi kebaikan sesama manusia, kemunafikan yang sesungguhnya.”

“Kau pasti shock mendengar ucapan seburuk iblis, mungkin Balthiq melihat potensimu dan dia melihat manusia-manusia munafik tersebut.”

“Bukankah kau mahluk spesial yang mampu melihat waktu seakan dia tidak pernah ada. Kau tahu nasibku setelah ini bukan? Mengapa kau memberikan kekuatan ini pada manusia?”

Layar-layar tersebut seketika mati ketika aku bertanya demikian. Kini tinggal aku dengan kobaran api didepanku yang memiliki mata di antara kobaran tersebut. Dia memegang pundakku, dan kurasakan kehangatan dari kobaran api tersebut.

“Karena eksistensimu, masa depan menjadi buyar Lushan. Kau dan tanah ini, tanah yang bahkan jauh juga tidak tersentuh dari peradaban yang juga sama berkembangnya dengan kalian. Setelah kau yang kini telah menggagalkan ilusi, aku pikir kau akan menciptakan sejarah yang menarik, mengubah dunia, dan aku sangat berharap padamu Lushan, sehingga aku bertaruh padamu.”

Sekali lagi mahluk ini mengucapkan kata ilusi, seakan aku benar-benar lepas dari sesuatu, dan dia tidak menjelaskan hal tersebut seakan aku benar-benar mengerti apa yang dikatakannya.

“Dari tadi kau mengucapkan ilusi, ilusi apa yang kau maksud?”

“Ah, kukira kau sudah paham betul mengingat dadamu pasti sangat berat ketika melepas candu tersebut.”

“Maksudmu?”

“Cinta Lushan, semua itu sirna ketika kekasihmu mengatakan hal mengerikan itu padamu.”

Cinta? Ada apa dengan cinta? Ya, memang sakit mendengar apa yang di ucapkan Roxanna padaku, tapi untuk berhenti mencintainya, omong kosong jika hanya karena alasan konyol itu aku berhenti mencintainya.

“Kau salah, aku masih mencintainya. Walau dia tidak mencintaiku kini, aku akan terus menjaganya dan itu adalah sebagian sumpahku.”

Mahluk tersebut semakin erat memegang pundakku.

“Tidak Lushan, kau tidak jujur dengan dirimu sendiri. Ada sosok selain dirimu, dan dia yang memutuskan apakah kau mencintainya atau tidak. Aku tahu benar tentang apa yang dipikirkannya, dan kekecewaan tersebut sudah menghapus segala kabut dalam benaknya.”

Sekali lagi dia berkata hal absurd yang tidak kumengerti. Apa maksud sosok lain? Mengapa mahluk ini berkata seakan aku mengerti apa yang ia katakan.

“Hal absurd lagi yang kau katakan?”

“Tentu saja, kau harus melihatnya.”

Dia menutup mataku, dan seketika aku merasakan sensasi dalam tubuhku.

Lalu aku merasa jatuh, seperti jatuh dari atas jurang.

***

Dimana ini?

Ah, aku berada di dunia nyata, entah mengapa rasanya lama sekali aku berada disana hingga taman ini terasa berbeda.

Tunggu, taman ini memang rasanya berbeda. Tanahnya lebih rata, atau sesuatu menghacurkan dekorasi taman ini.

“Lushan sadarlah!!”

Aku baru sadar terdapat ibu dan adiknya, mereka menggunakan sihir untuk menahan sesuatu, dan air muka mereka menunjukan bahwa mereka sangat kewalahan dengan kekuatan yang mereka tahan. Tapi, mengapa mereka berhadapan denganku, apa mereka menahanku?

“Lepaskan atau aku akan membunuhmu Ibu!! Tahukah bahwa kau telah membunuh jutaan manusia, dan kau telah menciptakan neraka di muka bumi ini. Aku telah membunuhmu dulu, dan kini aku akan membunuhmu lagi!!”

“Kau bicara apa Lushan!?”

Suaraku? Bagaimana mungkin?

Saat kucoba menggerakan tubuhku, aku seperti seorang yang lumpuh total, namun tubuhku bergerak dengan sendirinya. Kepalaku bergerak dengan begitu cepat seperti mengamuk, dan kulihat bahwa badanku di kelilingi kobaran api dan kulitku terbakar karenanya.

Saat itu aku melihat Roxanna yang memegang penjaganya sambil menangis. Bagaimana dia ada disini?

“Roxanna.., Kau telah mengkhianatiku!! Kau tahu apa yang kulakukan demi dirimu dan anakmu!! Kau yang berucap bahwa terdapat api dalam diriku, kau yang berkata mencintaiku dan akan menungguku sampai kapanpun, dan kau yang membuat hatiku terbakar untuk meruntuhkan kerajaan yang telah kujaga dengan separuh jiwaku. Kini apa yang kau katakan padaku atas segala dedikasiku untuk mencapai mimpi berdua? Iblis! Hinaan paling mengerikan dari orang yang paling kuharapkan, kau menghancurkan harapanku!!”

Roxanna saat itu mengelap air matanya. Dia memantapkan wajahnya dan mendekatiku walau ibu memerintahkannya untuk mundur sambil mengucapkan bahwa aku kerasukan sesuatu dan tidaklah waras.

“Lushan, aku telah menyatu dengan ingatan Roxanna di masamu. Aku.. tidak tahu apa yang kukatakan atas segala kengerian yang kau lewati setelah kematianku, dan kau melakukan apa yang kau percayai demi mencapai kedamaian negara ini, yaitu impian kita berdua..”

Saat itu aku menangis terharu mendengar Roxanna mengingat seutuhnya Roxanna dari masanya, dan dia juga mengerti kengerian yang kulewati setelahnya. Tapi badanku saat itu membrontak sungguh dahsyat hingga adik ibu terpental jauh karenanya.

“Kau tidak mengerti! Bagaimana kau sebut aku iblis walau kau tahu apa yang kulewati!!”

Air mata Roxanna saat itu mengalir dan dia menutup matanya dengan kedua tangannya.

“Tidak Lushan, aku mengerti benar apa yang kau rasakan, dan aku sadar.. bahwa aku berbuat kesalahan..”

Kesalahan? Kesalahan apa Roxanna? Apa yang kau maksud?

“Kesalahanku adalah untuk tidak membunuh diriku dan adikku saat itu, ketika kau membawaku dengan San ke persembunyian keluargamu. Ya Lushan, kesalahanku adalah membuatmu jatuh cinta padaku, kesalahanku adalah membuatmu percaya bahwa kau adalah satu-satunya harapan untuk menyelamatkan kerajaan ini! Kau nyatanya adalah mahluk paling mengerikan Lushan, dan mengetahui itu aku tidak yakin bahwa aku benar-benar mencintaimu dalam ingatan tersebut.”

Apa?

“Aku tidak mencintaimu Lushan.”

Hentikan.

“Aku tidak pernah mencintaimu, maupun iblis yang kulahirkan dari rahimku!”

Hentikan!!

***

“Lushan?”

Ketika itu aku sudah berada dalam ruangan gelap bersama roh api tersebut.

“Apa yang barusan terjadi?”

“Ketika kau berada disini, salah satu elemen dari ruh mu, yaitu alam kesadaran tertarik keluar menuju dunia ini. Ketika itu sesuatu yang disebut sebagai Alter Ego, salah satu elemen ruh bawah sadar mengambil alih tubuhmu. Istilah asing tersebut diambil dari masa depan sesungguhnya.”

“Lalu apakah api tersebut adalah kekuatanmu?”

“Tentu, aku harus berimprovisasi Lushan atau kau akan mati di kubangan air tersebut.”

“Bagaimana ibu, bahkan Roxanna bisa sampai disana?”

“Ibumu dan seluruh penyihir di kediaman An merasakan kekuatan Balthiq dan segera menghampirimu Lushan. Ketika itu Roxanna juga merasakan bahaya menghampiri penjaganya ketika kau mengamuk dan menghancurkan sihirnya lalu seketika membunuhnya. Ketika ibumu juga adiknya menahan kekuatanmu, Roxanna muncul saat itu juga dan tepat pada momen tersebut  aku segera mengirimu kebadanmu sendiri.”

“Apa yang terjadi selanjutnya? Waktu seperti lingkaran bagimu bukan”

“Hmm.. Kau mengamuk, ibumu tidak kuat menahanmu dan terpental, lalu kau membunuhnya. Kemudian kau akan ke arah adik ibumu, lalu membunuhnya. Kemudian setelah kau membiarkan Roxanna menyaksikan itu semua, kau akan menghancurkan seluruh kediaman keluarga An hingga Roxanna memutuskan untuk membunuh dirinya sendiri.”

Tragis. Apakah sesuatu yang disebut Alter Ego ini benar-benar sesuatu yang jujur muncul dari hatiku? Apa aku akan menghancurkan segalanya karena kesedihan mendalam dari hatiku? Bukankah hal tersebut adalah hal paling konyol yang pernah kupikirkan untuk membunuh ratusan manusia demi melampiaskan kesedihanku semata. Apakah aku sebenci itu dengan segala manusia di tempat pesta tersebut?

“Entah mengapa aku begitu sedih saat kau mengirimku ke  badan tersebut, tapi aku merasa hampa disini.”

“Elemen ruh mu, alam sadar mempunyai nama lain Lushan, mereka manusia di masa depan menyebutnya sebagai akal. Kau adalah jiwa paling logis dan waras, dan karenanya aku bisa memanggilmu kesini. Dalam hal itu setelah mengetahui masa depan, apa yang akan kau lakukan wahai Lushan?”

Aku saat itu sadar bahwa aku setidaknya harus menghentikan diriku di dunia nyata. Aku juga tidak akan membiarkan Roxanna mati,  walau apapun yang ia ucapkan tadi, dan bagaimana mahluk ini meyakinkanku bahwa tidak ada lagi cinta dalam diriku, setidaknya Roxanna sudah menjadi bagian dari ingatan indahku, dan aku tidak ingin ia berakhir seperti demikian. Disini pikiranku begitu bersih dan jauh dari bayang-bayang. Aku seperti ingin merelakan segalanya, mengakui kesalahanku, dan mengiklashkan segalanya, termasuk juga Roxanna.

“Aku lupa, aku tak pernah mendengar namamu?”

“Aku tidak mempunyai nama sesungguhnya. Mereka memberikan nama yang aneh bagiku di masa depan tapi nama tersebut mereka berikan atas partikel yang mereka bayangkan. Aku lebih memilih untuk kau untuk bebas memberiku nama sebutan.”

“Ruh, aku akan menyebutmu sebagai Ruh saja. Lalu Ruh, aku ingin kau hilangkan kekuatan sihirmu dan kembalikan diriku dalam badanku.”

“Baiklah, tapi apakah ini demi menyelamatkan Roxanna?”

Dengan nada berprangsangka, aku mengingat bahwa Ruh baru saja berucap bahwa dia bertaruh ataupun berimprovisasi, dia takkan sungkan untuk melakukan tindakan jika saja aku mengacaukan potensiku. Mengetahui hal tersebut, ruh adalah hal yang sangat mengerikan jika saja dia kembali melakukan improvisasi-improvisasi selanjutnya dengan seenak hatinya.

“Sebelum menjawabnya, aku ingin berkata bahwa aku tidak ingin kau lagi-lagi berimprovisasi. Jika kau sudah bertaruh maka kau tidak boleh lagi melakukan manipulasimu, dan itu adalah aturan jika kau ingin bekerjasama denganku.”

“Baiklah, jadi apa jawabanmu?”

“Ya, aku ingin menyelamatkannya.”

“Baiklah.”

Saat itu Api Ruh sirna dan aku dikelilingi oleh kegelapan.

“Tutup matamu Lushan, sesungguhnya kau sedang memejamkan mata.”

***

“Lushan?”

“Balthiq? Kau masih hidup?”

Saat itu aku terbaring dan berada dalam pangkuan kakak, dan menyadari bahwa kini aku mengalami luka bakar yang serius.

Tiba-tiba aku merasakan rasa pilu didalam hatiku, rasa sedih yang sangat menandakan bahwa aku kembali merasakan perasaan nyata dalam hatiku setelah menjelajahi dunia ruh. Aku merasa sangat sedih mengetahui harapan yang hancur seketika ketika optimismeku muncul, dan kini aku benar-benar kehilangan arah.

“Roxanna.”

Saat itu muncul sosok Roxanna. Matanya masih memerah, dan dia memasang muka sedih. Dia menatapku sungguh dalam, dan aku tahu bahwa dia memakai kemampuannya lagi untuk mengetahui apa yang terjadi padaku.

“Aku.. Maafkan aku Roxanna. Ya, aku telah menjadi iblis, dan anakmu tidak ada bedanya denganku, kita.. begitu naif.. Tapi..”

“Mengapa.. setelah apa yang kuucapkan kau masih menginginkanku hidup Lushan?.”

Roxanna setelah itu langsung menangis dengan keras dan aku tidak mengerti alasannya menangis, tentang apakah dia menyesal atas ucapannya, atau belas kasihan dari seorang iblis hina terhadapnya, dan aku mengerti bahwa Roxanna telah membaca pikiranku, dia tahu tentang apa yang kuucapkan dan aku tidak lagi melanjutkan omonganku.  

Saat itu kakak seperti kebingungan tentang apa yang terjadi, dan aku bisa melihat bahwa ibu sedang menjelaskan pada para penyihir tentang apa yang terjadi dan adiknya yang terkapar di tanah tidak sadarkan diri.

Saat itu aku baru ingat bahwa Penjaga Roxanna saat itu terbaring dengan luka parah.

“Roxanna maafkan aku atas penjagamu tersebut, aku tahu kau akan membenciku selamanya karena itu.“

“...”

Roxanna hanya menangis dan tidak menjawabku. Saat itu aku baru merasakan rasa sakit yang sangat parah dari seluruh tubuhku, tapi rasa pilu dan sedih seakan membuatku lupa akan rasa sakit ini.

“Balthiq, aku sangat kesakitan saat ini, bisakah kau tidurkan aku?”

“Baik Lushan.. Tapi kau janji akan menceritakan segalanya tentang apa yang terjadi.”

“Baiklah..”

Balthiq membacakan mantranya, dan saat itu akhirnya aku jatuh dalam rasa kantuk yang luar biasa. Sesaat sebelum menutup mataku, aku melihat Roxanna menatapku, dan aku mungkin masih sedikit berharap, mungkin.

***
Chapter 4 end.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar