Sabtu, 19 September 2015

Naqoyqatsi - Chapter 13

Dog Eat Dog
by Reza Pratama Nugraha

Kepalaku pening, dan aku bisa merasakan bahwa semua yang di hadapanku seperti berputar. Nafasku sesak, suara nyaring  keluar dari setiap nafas yang kutarik dan kukeluarkan. Aku tidak bisa merasakan tangan maupun jemariku dan kakiku sudah terlalu lemas untuk berdiri untuk melanjutkan pelarianku. Kini diriku hanya bisa terduduk kaku dengan kepala tertunduk lemas, bersembunyi dengan darah yang tiada henti keluar dari perutku.

Ah, bukan bersembunyi sebenarnya, karena darahku yang menetes membentuk jejak untuk ‘dia’ mengetahui tempatku berada.

 “Kau tahu, rasa sakit sesungguhnya sangatlah baik untukmu, bukti bahwa tubuhmu berteriak untuk tetap hidup, memaksamu takut, berlari, berlari dariku. Oh Balthiq, mengapa aku begitu menikmati ini?”

Dia terus meneriakan hal tersebut, menggodaku untuk segera keluar, dan orang-orang menyoraki dengan penuh kegembiraan.

Kini kita terpisahkan oleh kabut yang kuciptakan, tapi tidak benar-benar menutupi lantai yang meninggalkan bercak darah. Walau demikian, entah mengapa ia berjalan begitu santai, seperti menikmati setiap detik pelarianku, tidak ingin cepat-cepat menyelesaikan pertarungan ini.

“...”

Kabut sudah mulai menipis, dan orang-orang menunjuki tempat persembunyianku. Mereka tertawa, seperti melihat tikus yang tersudut, menunggu kucing memangsanya.

Aku bertanya dalam hati, apa salahku pada mereka? Apa alasan mereka memojokkanku seperti ini? Mengapa aku bisa terjebak dalam situasi ini?

Disini aku mulai ingat dengan cerita Lushan, bahwa manusia seperti anjing buas kelaparan yang terlilit tali di lehernya. Aku bisa mengingat nasib seseorang yang sama denganku, dan tawa mereka tak jauh berbeda, mereka menikmati setiap pembunuhan ini.

Maka aku menutup mataku, karena diriku merasa bahwa tubuh ini tidak lagi berteriak untuk hidup. Aku lupa akan rasa takut, seperti hanyut dalam kekosongan. Lalu aku teringat kembali tentang mimpiku dulu, seperti tetes air yang jatuh pada lautan samudra. Aku menghilang, kehilangan setitik kecil diriku, dan mendapatkan sesuatu yang luar biasa besarnya. Aku merasa tenang di dalamnya.

Lalu tiba-tiba sesuatu seperti menyauti namaku, menggoyangkan badanku.

***

“Balthiq, bangun!”

Mataku terbuka, dan ternyata air liurku kini mengalir dari mulutku yang membasahi gulungan kertas, membuat tinta catatanku luntur. Guo Rong saat itu yang menggoyangkan badanku, dan membisikiku untuk bangun.

Aku segera menghadap kedepan, menegakkan badanku dan menyadari bahwa saat itu sang guru ternyata sedang berhenti menjelaskan, menatap marah kepadaku, namun tidak mengucapkan apa-apa.

“Dia pikir, karena dia seorang Ashide, maka dia bisa seenaknya disini?”

Semuanya berbisik dengan nada yang ditinggi-tinggikan, dan sang guru tidak berusaha menghentikan mereka. Dia seakan setuju dengan ucapan tersebut dengan sedikit anggukan kepalanya. Aku segera berdiri saat itu, menunduk minta maaf, dan sang guru kembali menjelaskan pelajarannya tentang sejarah tempat ini.

“Aku pikir karena ini tidak ada kaitannya dengan sihir, kau tidak bisa tidur seenaknya Balthiq.”

Guo Rong berbicara demikian, dan aku tidak percaya dengan apa yang baru saja ia ucapkan. Dia yang membuatku terbangun hingga larut untuk mendengarkan ceritanya! Dia sendiri sekarang tidak mendengarkan, gadis yang lebih tua dua tahun dariku ini malah menggambar rusa-rusa dan bunga pada kertasnya.

“Rong-chan.. aku tertidur karena semalaman mendengar ceritamu.”

Guo Rong tersenyum, dia menepuk pundakku.

“Jika demikian, maka setiap kali kau tertidur di kelas adalah tugasku untuk membangunkanmu.”

Tentu aku ingin marah karena ketidakpeduliannya, tapi aku hanya tersenyum memaafkannya. Aku sesungguhnya menyukai sikap Guo Rong, dan dia salah satu orang yang paling dekat dengan diriku sekarang.

Guo Rong adalah teman keduaku disini. Aku mengenalnya karena di asrama dia tidur di sebelahku, dan setelah beberapa lama kita menjadi teman dekat. Wajahnya sedikit gemuk, dan dia setengah bar-bar karena kulitnya yang cerah, dan matanya yang sipit. Rambut kita sama, dikuncir dua dengan ujung membundar persis seperti tradisi keluarganya, dan dia sendiri yang memaksa untuk merias rambutku yang tadinya tidak beraturan. Dia terlihat seperti anak yang masa bodoh sama sekali perihal pengucilan yang dilakukan oleh hampir semua anak anak disini kepadaku, dan ketika aku menanyakan hal ini, dia berkata bahwa dirinya tidak peduli sama sekali dengan pandang orang lain.

Semua berkata bahwa Guo Rong terjebak dalam dunianya sendiri, dunia yang cerah gempita dengan rusa-rusa yang berloncatan di taman bunga, dan walau kupikir hal tersebut tidaklah baik, hal itulah yang membuatku mampu berteman dengan dirinya.

“Kau harus paham ini Guo Rong.”

Tiba-tiba terdapat suara di sebelah Guo Rong, suara nyaring itu tidak lain adalah Li Ling. Sebelum diriku, dia adalah teman baik Guo Rong. Rambutnya terurai panjang, dan dia tidak ingin mengikatnya. Jika Guo Rong sipit, maka mata Li Ling sangatlah lebar. Kulitnya sawo matang seperti diriku, dan matanya hitam, tanda bahwa dia adalah keturunan suku bar-bar murni.

“Balthiq memintamu untuk tidak menganggunya di malam hari.”

Li Ling mengucapkannya sambil tersenyum, namun dia masih menulis, mendengarkan apa yang sang guru katakan, seperti fokusnya bisa dipecah menjadi dua dengan mudahnya.

“Benarkah Balthiq?”

Raut muka Guo Rong berubah, dia menatapku dalam-dalam, dan aku bisa melihat matanya yang berkaca-kaca. Walau kubilang Guo Rong tidak peduli akan pendapat orang lain, kupikir semua itu karena dia benar-benar tidak menyadarinya, bukan sama sekali mencueki persoalan yang sedang terjadi. Terutama kali ini, dia terlihat khawatir bahwa dirinya telah mengangguku.

“Tentu saja tidak Rong-chan, aku senang mendengar ceritamu.”

Tapi raut Guo Rong tidak berubah, dia seperti melihat gerakan mataku, atau mungkin tatapanku yang tidak benar-benar lurus kepadanya. Dia tahu bahwa aku telah berbohong padanya.

“Mungkin tidak terlalu larut juga, mungkin..”

“Hei!!”

Saat aku mencoba menjelaskan, tiba-tiba terdapat suara teriakan di depan, teriakan sang guru yang tidak bisa menahan lagi amarahnya.

“Nona Balthiq! Jika anda benar-benar tidak tertarik, anda boleh keluar dari ruangan ini.”

Aku kembali berdiri kemudian memohon maaf. Sang guru menggelengkan kepalanya dengan tangan yang berada di pinggangnya. Katanya, jika saja diriku bukan seorang Ashide, maka dia akan memaksaku keluar dari tempat ini.

“Psst, Rong-chan, aku akan berbicara padamu setelah pelajaran ini, saat istirahat nanti.”

Guo Rong menganggukan kepalanya sambil menyeka air matanya, dan aku sekali lagi berusaha memahami apa yang guru itu ucapkan, namun entah mengapa Pikiranku lagi lagi melayang entah kemana. Rasanya diriku baru saja merasakan mimpi yang mengerikan, dan anehnya lagi, perasaan nostalgia. Ketika itu kutampar pipiku, mencoba memperhatikan, dan ternyata diriku seperti terombang-ambing dalam penjelasan yang entah arahnya kemana.

***

Keluar dari kelas, aku masih meraba-raba apa saja yang sang guru ucapkan. Dia seakan membaca gulungan kertas yang sangat panjang mengenai cerita dari dinasti awal, hingga sampai pada dinasti Tang. Aku bahkan tidak bisa mencatatnya, dan perhatianku kini tertuju pada Li Ling yang kini sendirian menjauhi kerumunan, dan membawa tiga gulung kertas hasil catatannya tadi.

Guo Rong tiba-tiba menarikku menuju Li Ling, menepuk pundaknya keras, membuat kertas yang Li Ling pegang berjatuhan, dan tali yang mengikat gulungan tersebut terbuka.

“Eh..”

Guo Rong polos melihat kertas-kertas yang berjatuhan tersebut, dan aku bisa melihat muka Li Ling yang memerah marah.

“Guo Rong!!”

Guo Rong yang saat itu mengetahui kemarahan Li Ling segera berlari menjauhi amarah Li Ling, sampai akhirnya Li Ling mengejarnya, dan menjitaki kepalanya. Selagi mereka kejar-kejaran, aku mengambil kertas-kertasnya, menggulungnya, dan mengikatnya kembali. Li Ling saat itu segera berterima kasih, tapi wajahnya berpaling padaku, seperti yang biasa ia lakukan.

Li Ling adalah seorang yang pendiam. Jika aku dijauhi, maka Li Linglah yang menjauhi orang-orang. Dia tidak tertarik pada basa-basi dan omongan yang dia anggap rendahan. Dia menganggap intrik-intrik yang diciptakan para siswa disini juga sama murahannya. Tapi jika saja terdapat suatu pernyataan yang ia anggap bermakna, filosofis, ataupun bersifat ilmiah maka matanya akan bersinar-sinar untuk menjawab ataupun berargumen dengan lawan bicaranya.

“Li Ling, bolehkah aku bertanya perihal sejarah padamu? Aku benar-benar tidak paham.”

“Apa yang kau tidak paham?”

Tidak berbeda jika saja aku bertanya tentang sihir, atau kini sejarah. Dia segera mendekatkan jaraknya padaku, dan meninggalkan jauh-jauh sikap tidak acuhnya. Aku sering bertanya padanya banyak hal, dan perlahan sikap dingin Li Ling padaku semakin mencair. Sama dengan Guo Rong, dia tidak peduli dengan apa yang mereka katakan tentangku, dan tanpa sadar aku sudah merasa bahwa dia adalah teman baikku, teman ketigaku disini.

“Aku sepertinya ketiduran tentang sejarah akademi sihir ini.”

“Kau tidur pada masa Dinasti Qin Balthiq, tanda bahwa kau benar-benar tidak menyimak.”

“Benarkah? Tapi aku tidak tertarik pada sejarah Dinasti selain akademi ini.”

Li Ling tersenyum, tapi ia tutupi dengan tangannya. Aku baru kali ini melihatnya seperti ini.

“Langsung ke bagian terbaik yah?”

Li Ling saat itu menyuruh kita pergi ke taman untuk menjauhi kerumunan yang menurutnya tidak nyaman. Aku membantunya membawa satu gulung kertas, dan memaksa Guo Rong membawa satunya lagi. Selagi berjalan, Li Ling menjelaskan padaku dengan nada yang riang.

“Istana depan dibangun pada Dinasti Tang sekarang ini, pada masa kekaisaran sebelumnya. Tapi sesungguhnya sebagian akademi ini sudah ada dari dulu, bahkan sebelum dinasti Xia, dan itu sudah lama sekali. Mereka bilang tempat ini adalah tempat para dewa, tapi kini kita menyebutnya bangsa kuno yang aslinya menduduki daratan china ini.”

Kini kita menyebrangi jembatan merah yang berada di tengah danau, dan duduk di antara paviliun. Guo Rong asik melihati ikan, dan Li Ling kembali menjelaskan.

“Istana di depan adalah istana baru yang diciptakan pada masa kekuasaan ratu Wu Zetian sebagai penghubung antara istana ini yang tersembunyi di dalam hutan. Dia kemudian membuat tempat yang rencana awalnya ingin dijadikan tempat kekaisaran china, menjadi tempat akademi untuk pembelajaran sihir. Karena banyaknya dokumen,  ukiran-ukiran dewa yang berkaitan keras dengan bangsa bar-bar, dan potensi akan kemajuan sihir yang pada zaman sebelum Wu Zetian yang masih sangat misterius. Hal ini lah yang menciptakan masa keemasan kerajaan dinasti Tang, kontrol fungsional terhadap kekuatan sihir.”

Li Ling asyik menceritakannya, seakan nafasnya begitu panjang untuk menjelaskan segalanya sekaligus.

“Tapi, bukankah taman ini terlalu indah untuk sebuah akademi?”

Aku usil bertanya karena dibalik badan Li Ling, Guo Rong sedang mengaduk-ngaduk tangannya di antara ikan, memberi mereka rempah-rempah roti, dan aku ingat bahwa Guo Rong selalu menceritakan betapa indahnya taman ini. Aku tahu bahwa Li Ling bisa saja membuatku merasa bodoh seakan tidak mendengarkannya, dan menjelaskan kembali tentang rencana awal tempat ini ingin dijadikan istana kaisar. Tapi matanya bersinar, seakan mengucapkan bahwa pertanyaanku adalah pertanyaan bagus.

“Wu Zetian sangat mencintai kita bangsa bar-bar, apalagi para penyihir yang seluruhnya merupakan seorang wanita. Kita menjadi simbolis kekuatan wanita yang selama ini tunduk dalam kekuasaan lelaki. Wu Zetian pada zamannya selalu berkunjung kesini, dan dia membuat istana depan menjadi istana keduanya, dia juga membuat peraturan bahwa tidak boleh ada satupun lelaki yang boleh memasuki area istana ini, kembali karena alasan simbolis tadi. Maka, jika kau lihat taman ini, kau baru saja melihat taman terindah di seluruh daratan China. Wu Zetian membangunnya selama masa hidupnya ketika mendengar bahwa dahulu terdapat taman gantung dari daratan jauh disana yang sangat indah.”

Setelah mendengar ini membuatku mengingat Lushan, apakah tidak berbahaya jika dia berada disini? Lalu kupikir, pada zaman ini peraturan itu tidak lagi berlaku secara ketat, melainkan karena alasan simbolis semata.

“Aku tidak bisa menjelaskan apapun mengenai istana belakang, karena semuanya terkesan misterius. Dijauhi oleh binatang, dan lebih dari tuju ribu tahun lamanya istana ini sudah berdiri, makanya kau tidak bisa melihat ornamen-ornamen seperti yang biasanya kau lihat di istana depan ataupun di taman ini.”

Dia mendekatiku, seakan apa yang akan diucapkannya semakin menarik, dan jujur aku juga sama tertariknya. Saat itu Guo Rong sepertinya sudah terlihat bosan, dia kini berjalan menjauhi kolam dan duduk di antara kami.

“Kau pasti bertanya dengan teknologi apa mereka membangun ini, padahal banyak bukti bahwa manusia baru masih menggunakan batu dan bahkan belum bisa menulis pada zaman itu? Maka satu jawaban yang terbukti lewat ukiran gambar di istana ini, terdapat sosok serupa manusia yang kita anggap sebagai mahluk setengah dewa. Mereka kekal, dan memimpin manusia yang lebih mirip dengan kera menjadi berakal dan mampu membentuk peradaban. Hal ini menjawab pertanyaan mengapa hanya kita satu-satunya mahluk yang memiliki akal, yang membedakan kita dengan hewan.”

“Kalian begitu seru membicarakan sejarah, tapi apa sejarah semenarik itu?”

Tiba-tiba Guo Rong mengucapkan hal tersebut dalam jeda penjelasan Li Ling. Tentunya Li Ling terlihat kesal, apalagi mengingat Guo Rong tidak mendengarkan sama sekali penjelasan Li Ling sebelumnya. Tapi Li Ling bukan tipe orang yang akan menjitaki perilaku Guo Rong, selain menanggapinya serius.

“Dengan sejarah kau mampu mengetahui asal-usul bangsamu, konflik-konflik, pencapaian-pencapaian yang bisa kita contoh, dan kesalahan-kesalahan yang mampu kita hindari. Jika kita tidak mempelajari sejarah, kita seperti terombang-ambing tidak jelas di peta waktu, krisis indentitas, dan kehilangan jejak para tetua kita.”

“Kupikir kau terlalu serius Li Ling. Kau harusnya lebih serius menatap bunga-bunga, burung-burung yang bertanggap di antara ranting, ikan-ikan yang berenang, dan bermain dengan kucing. Kau tahu apa yang ibuku katakan pada orang-orang sepertimu? Rambutmu akan rontok sebelum waktunya!”

Kali ini Li Ling akhirnya mengepalkan tangannya, kali ini godaannya lebih keras untuk menjitak Guo Rong, terlebih karena dia mengkomentari rambutnya yang kutahu Li Ling sangat sensitif mengenai hal tersebut.

“Hanya orang rendah yang tidak menghargai sejarah!”

Guo Rong kaget ketika ucapan itu keluar, mukanya sama merahnya dengan Li Ling. Kupikir mereka akan mulai bertengkar, dan aku tahu bahwa diriku terjebak ditengah-tengah situasi ini, dan juga tanggung jawabku untuk melerai mereka berdua.

“Rong-chan, Li Ling.. kupikir..”

“Aku juga punya pemikiran tentang sejarah! Aku ingin kalian mendengar pendapatku soal sejarah yang kalian sukai ini.”

Guo Rong tiba-tiba menyelaku, dan aku hanya diam. Li Ling pun terlihat tertarik apa yang Guo Rong ucapkan, Guo Rong jarang sekali mengeluarkan isi pemikirannya, dan Li Ling terlihat menyiapkan argumennya yang dia pikir akan membuat Guo Rong menangis menyesal merendahkan sejarah yang ia benar-benar pelajari sampai 3 gulung kertas tebalnya.

“Aku selalu berpikir bagaimana jika kita melupakan segalanya tentang sejarah?”

Li Ling tersenyum, dan aku tahu dia telah mendapatkan jawaban untuk pertanyaan itu. Tapi Guo Rong belum selesai, dia berbicara dengan mata yang serius, mata yang jarang kulihat dari Guo Rong sendiri.

“Kita lupakan darimana kita berasal, siapa yang dulu menjajah dan yang dijajah, tragedi-tragedi yang diciptakan nenek buyut kita, dan banyak hal lainnya lagi. Seperti ini, mereka ingin memaksa sejarah itu masuk ke kepala kita, sejarah yang mereka tulis sendiri. Memaksa kita percaya bahwa tanah ini milik kita dan mengusir ras lain dengan paksa, membenci ras ini dan ras itu karena dulu mereka seperti ini dan itu. Satu hal yang harusnya mereka ingat adalah, saat mereka lahir dulu mereka tidak memiliki sejarah, dan bahkan tidak membenci apapun!”

Aku dan Li Ling sama kagetnya, kini kami sadar bahwa pendapat Guo Rong sudah masuk persoalan yang personal, dan aku tahu bahwa Guo Rong sudah pernah menceritakan ini pada Li Ling, cerita malamnya mengenai perang sengit sukunya dengan suku lain yang mengambil nyawa ayahnya. Dia hidup dalam kondisi penuh kebencian, kebencian yang sesungguhnya dimulai dari nenek buyut mereka. Ketika itu kedua pihak akan selalu menyalahkan, mengutuk, menggeneralisasi kegiatan buruk seseorang ke keseluruhan sukunya.

Kita akhirnya diam seribu kata, sebelum tiba-tiba terdapat seseorang yang memegang pundakku.

“Tidak bisa begitu Rong-chan.”

Suara itu bukan berasal dari Li Ling, tapi suara lembut, dingin, dan begitu familiar. Xiao Lin berada di belakangku, dan tidak ada satupun dari kita yang menyadari kedatangannya. Aku langsung menatapnya, dan dia tidak tersenyum saat itu, tapi terlihat jijik melihat Guo Rong.

“Tapi bukankah tidak adil bahwa kita harus menanggung beban nenek buyut kita? Dosa mereka? Kebencian-kebencian mereka? Perang-perang mereka? Jika saja sejarah tidak diajar..”

“Maka aku yakin ucapan teman kita Li Ling benar, bahwa kau adalah manusia rendahan Rong-chan.”

Nada Xiao Lin sangat dingin, bahkan Li Ling yang biasanya akan menyauti kini hanya bisa diam. Guo Rong pun terlihat tidak mampu menatap langsung Xiao Lin.

“Jika saja kau bicara bahwa dosa-dosa leluhur tersebut sudah lalu, maka kau harus tau bahwa dosa adalah abadi, dan walau sudah berapa lamanya waktu telah berlalu, keadilan harus ditegakkan. Dengan sikapmu seperti ini, para leluhur akan memaki dan mengutuk seluruh hidupmu di sebrang dunia sana. Kupikir kau harus digempleng dengan buku sejarah, memahami kebencian leluhurmu, dan kematian-kematian yang timbul karenanya. Jika kau pikir dengan cara pikirmu seseorang yang kau sayangi bisa selamat karenanya, maka kupikir, kau baru saja meludahi kematian mereka.”

“Xiao Lin.. sudah..”

Aku menarik lengan Xiao Lin, memohon kepadanya untuk berhenti. Guo Rong terlihat shock, wajahnya murung pucat. Ucapan Xiao Lin kupikir terdapat kebenaran di dalamnya, namun kata-kata yang ia gunakan seperti tamparan keras terhadap Guo Rong, terutama ucapannya mengenai meludahi, seperti Guo Rong meludahi kematian ayahnya, ayahnya yang ia cintai.

Saat itu bukan aku yang segera menenangkan Guo Rong, namun Li Ling yang sebelumnya terlihat sebal, kini merasa kasihan dengan Guo Rong mengelus pundaknya. Dia menatap Xiao Lin kesal, walau tadinya Li Ling juga sepertinya kepikiran untuk membuat Guo Rong menangis dengan ucapannya, tapi cara Xiao Lin kupikir terlalu menusuk atau mungkin terlalu serius.  

“Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat Balthiq, kupikir ini akan jadi nasihat terakhirku padamu.”

Ekspresi Xiao Lin sudah melihatkan senyumnya kembali, dan dia seperti tidak terlihat menyesal dengan apa yang ia ucapkan pada Guo Rong. Ketika itu kupikir rasanya tidak sopan terhadap Li Ling karena dia tengah menjelaskan sesuatu padaku, terutama rasanya sayang karena aku sedang berusaha mendekatinya, sedangkan rasanya tidak enak juga kepada Xiao Lin yang selama ini mengajariku banyak hal mengenai kehidupan di akademi sebelum aku bertemu dengan Guo Rong.

Aku menatap pada Li Ling, dan dia sepertinya mengerti kondisiku.

“Pergilah Balthiq, aku bisa melanjutkan penjelasanku di asrama.”

Lalu Xiao Lin menarik lenganku, masuk jauh ke dalam taman yang entah mengapa tidak seperti biasanya, tempat yang tidak tersentuh ini menjadi begitu ramai dan penuh dengan sorak gembira.

“Kau harus melihatnya, dunia anjing memakan anjing.”

***

“Disini, kita bukan ras bar-bar, harus lebih spesifik lagi, misalkan ras, seperti kau Ashide, dan aku Gorthuk.”

Xiao Lin langsung menjelaskan padaku, dia menunjuk pada keramaian yang menghalangi pertunjukan yang tengah terjadi. Suara benturan, ledakan, dan entah apa yang terjadi di balik kerumunan yang kini tengah menonton, apakah terdapat suatu perayaan? Tapi mana mungkin ada perayaan di tempat seperti ini? Aku akhirnya memutuskan untuk fokus mendengar penjelasan Xiao Lin, dia kini tengah menunjuk seseorang.

“Tapi kita harus lebih spesifik lagi, disini kita adalah fraksi politik, yang memakai kalung giok hijau itu, dia milik anak ke lima belas Wu Zetian yang merupakan calon pengganti terkuat kaisar, dan yang memakai tusuk rambut naga tersebut, dia milik Jendral Surga Hoi Fu yang pengaruhnya sangat besar di militer dan politik kerajaan.”

“Kau mau memberitahuku bahwa kalian mewakili kekuatan politik kerajaan?”

“Ya, dan bukan aku saja, tapi kau juga. Disini kita bukan lagi manusia, melainkan kekuatan, senjata bagi fraksi-fraksi tersebut. Aku tahu kau belum menyadarinya, dan dilihat dari posisi ibumu dan bibimu, tanpa sadar kau sudah mewakili kekuatan kaisar.”

Bukan lagi manusia? Senjata? Ketika itu entah mengapa hatiku rasanya pilu mendengar hal ini, dan ingin menolak apa yang diucapkan Xiao Lin. Namun aku benar-benar tidak paham situasi di akademi ini, dan isu-isu apa yang tengah terjadi sehingga hanya bisa mengangguki ucapan Xiao Lin.

Lalu sampailah kita menerobos dan melihat apa yang mereka kerumuni.

“...!”

Aku segera menutup mulutku melihat darah yang berceceran dimana-mana. Aku sering mendengar bahwa banyak terjadi pertengkaran yang menyebabkan kematian disini, namun tidak pernah melihatnya langsung, dan tak tahu bahwa ternyata kejadian ini lebih mengerikan dari apa yang kubayangkan.

“Tolong..”

Seorang wanita tertusuk oleh bebatuan yang muncul dari tanah, menusuk perutnya, dan membuat isi perutnya keluar berceceran. Lawannya dikeremuni oleh temannya, terluka parah dengan darah yang tiada henti keluar dari lehernya, tapi dia tertawa melihat nasib lawannya. Kerumunan ini juga tidak jauh berbeda, mereka tertawa membicarakan betapa konyolnya sang lawan, membicarakannya seakan ini adalah pertandingan olahraga tanpa sama sekali merasa resah dengan apa yang terjadi.

Saat itu seseorang datang, menggunakan sihir penyembuh pada pemenang yang akhirnya menghentikan aliran darahnya. Namun tak satupun mendekati sang lawan yang kalah, walau aku melihat dari kejauhan terdapat beberapa orang yang menangisi nasibnya.

“Kenapa tidak ada yang menolongnya, oh tuhan, dia masih hidup Xiao Lin!”

“Tidak Balthiq, lihatlah.”

Tiba-tiba muncul banyak burung rajawali besar yang muncul menembus awan di langit mengelilingi gadis tersebut yang makin berteriak panik. Aku menutup telingaku, memalingkan wajahku. Lalu aku melihat mereka semua, tertawa melihatku, seakan sikapku adalah sikap yang lucu.

“...!”

Tiba-tiba Xiao Lin memegang wajahku, memaksaku melihat gadis tersebut yang kini tengah tercabik-cabik.

“Kau lihat Balthiq? kau baru saja melihat seleksi alam dan siklus kehidupan. Tapi lebih-lebih dari itu, terdapat kompetisi di dalamnya.”

“Xiao Lin.. aku tidak paham..”

Xiao Lin membisikku, suaranya tiba-tiba terdengar mengerikan di telingaku.

“Kompetisi adalah sifat alam, sehingga akademi mengijinkan hal ini terjadi. Hanya saja kini konteksnya adalah perebutan kekuatan yang terjadi di balik panggung kerajaan, atau mungkin hanya pertengkaran kecil karena berbeda pendapat, tapi tetap semua itu adalah kompetisi juga. Karena itu, aku akan mengatakan ini padamu Balthiq, disini adalah dunia anjing memakan anjing, kita dan termasuk kamu disini adalah seorang kanibal, dan kau harus mengingat ini baik-baik di otakmu.”

Xiao Lin kemudian memegang pundakku, tersenyum menatapku. Aku tidak yakin bahwa aku bisa menatap Xiao Lin dengan tatapan yang sama lagi, aku seperti baru saja melihat sisi gelap dari Xiao Lin yang bisa mewajari hal ini.

“Kau akan terbiasa Balthiq.”

“Tidak, aku tidak akan terbiasa Xiao Lin..”

Aku berusaha menjelaskan pada Xiao Lin, aku tidak bisa lagi diam dan mengangguki segala ucapan Xiao Lin. Jika saja demikian, maka rasanya aku seperti tidak jujur pada diri sendiri, membuat dadaku sesak karenanya.

“Aku tidak ingin seperti mereka Xiao Lin, ini tidak sesuai dengan moralitas yang selama ini kuketahui. Aku bukan binatang ataupun senjata. Aku manusia, dan aku merasa.. merasa bahwa jika apa yang telah kau lakukan adalah mewajari hal mengerikan ini!”

“Balthiq dengarkan aku.”

Xiao Lin menatapku serius, meremas pundakku dengan erat.

“Disini tidak ada moralitas Balthiq, hanya moril. Kau harus tahu bahwa kau berada dalam dunia yang berbeda, dunia yang berbeda sama sekali, dan tak akan lama lagi, kau akan terseret di dalamnya.”

***

“Jadi apa yang ia katakan padamu?”

“Dia menunjukan dan menjelaskan padaku tentang pertarungan di akademi, dan.. aku sedikit kaget melihatnya..”

Guo Rong bertanya padaku setelah dia berkata mukaku sama pucatnya dengan dirinya. Kini kita sedang berjalan menuju ke tempat Lushan terlebih dahulu sebelum menuju asrama dan seperti biasa, Guo Rong akan turut menemaniku. Di tengah perjalanan tadi Li Ling izin untuk menaruh gulungan kertas ke kamarnya, dia ingin melanjutkan kembali penjelasannya mengenai sejarah yang sempat terputus tadi.

“Aku juga pernah melihatnya sekali bersama Li Ling, dan oh tuhan, aku tidak bisa tidur tiga hari lamanya.”

“Mungkin aku juga tidak bisa tidur karena ini Rong-chan..”

Mendengar ucapan Guo Rong, membuatku berpikir kembali juga mengenai tidur. Mengingat gadis tersebut yang meminta tolong, tercabik-cabik oleh burung-burung tersebut dalam keadaan hidup, aku tidak yakin mimpiku akan tenang karenanya. Aku juga turut merasa berdosa, karena hanya bisa menutup mata dan kupingku tanpa ada usaha untuk menolongnya.

Guo Rong saat itu menepuk pundakku, berkata semuanya akan baik-baik saja. Saat itu matanya ke kiri dan ke kanan, tanda dia ingin mengganti topik.

“Kau tahu, karena itu aku ingin fokus dalam pengobatan, tidak tertarik soal sihir yang menghancurkan, dan sebagainya.”

Aku tersenyum melihat Guo Rong, seperti dirinya aku juga semakin ragu untuk menggunakan kekuatan ini untuk tindakan mengambil nyawa, walau banyak korban yang dari kekuatan yang kini kumiliki, bisakah diriku membalasnya dengan menyelamatkan nyawa orang?

Ketika kita berjalan, dan sudah dekat dengan tempat Lushan, aku melihat sosok pelayan yang dulu mengantarku. Kini dia tengah dikerumuni oleh penyihir-penyihir tingkat atas, salah satunya aku mengenalnya, Man Yi, yang katanya merupakan keturunan Wu Zetian. Satu hal yang kuketahui mengenai dirinya adalah untuk segera menjauh untuk tidak terkena masalah. Tetapi..

“Balthiq!!”

Dia mengenalku. Tentunya seperti yang lain, dia mengenalku karena klan Ashide yang melekat pada diriku. Dia seringkali memanggilku, mengejekku di depan teman-temannya, tetapi tidak pernah lebih dari itu.

“Aku ingin memperlihatkan sesuatu yang menarik padamu!”

“Maafkan kami kakanda, kami ada urusan penting di keruang pengobatan..”

“Hmm..”

Man Yi terdiam seperti memikirkan sesuatu. Saat itu diriku dan Guo Rong menekuk muka sambil menelan ludah kami, menunggu perijinan untuk dibiarkan pergi keruang pengobatan.

“Baiklah, kuharap kau kesini lagi setelah urusanmu selesai.”

Ketika itu aku melirik pada pelayan yang kini terlihat gemetar di kakinya, menekuk mukanya juga yang tersembunyi dalam tudung tersebut. Aku turut kasihan padanya, tapi aku dan Guo Rong tahu bahwa kami tidak bisa melakukan apa-apa. Jika saja kami sedikit menyinggung urusan mereka, bisa-bisa saja kami terseret dalam pertarungan, dan aku tidak ingin bernasib sama dengan sosok di taman berikut.

“Balthiq..”

Ketika sudah di ruangan tabib, Guo Rong berhenti. Dia menatap dari kejauhan pelayan tersebut.

“Aku disini saja, lagipula di dalam aku tidak boleh melihat adikmu bukan?”

Aku khawatir pada Guo Rong, dia menatap pelayan itu dengan tatapan khawatir, dan ketakutanku adalah Guo Rong akan bertindak macam-macam untuk menolong pelayan tersebut, walau tentu aku tahu bahwa Guo Rong bukan tipe seperti itu.

“Rong-chan.. kau tidak berpikir macam-macam untuk menolong pelayan tersebut bukan?”

Guo Rong tidak berkata apa-apa ,dia hanya menggelengkan kepalanya padaku dan tersenyum. Aku kemudian menghela nafasku, dan berjalan menuju ruangan Lushan.

***

“Lushan?”

Kasur Lushan kosong saat itu, sudah dibereskan dengan selimut yang terlipat rapih. Aku tidak melihat satupun tabib kerajaan, dan segera saat itu diriku melihat ke segela ruangan untuk sadar bahwa Lushan benar-benar telah menghilang.

“Lushan!”

“Maaf nona, anda tidak seharusnya berteriak disini.”

Saat diriku berteriak, akhirnya muncul salah satu tabib yang berada di luar ruangan. Dia menggunakan gaun hitam, dan simbol naga yang menandakan dia merupakan tabib akademi.

“Maaf, adik saya sebelumnya dirawat disini oleh pihak kerajaan.”

Aku mengantarkan tabib tersebut ke arah kamar Lushan, tapi tabib tersebut menggelengkan kepalanya.

“Saya pikir tidak ada yang dirawat selama ini atas nama pihak kerajaan.”

Tabib itu terlihat kebingungan, dan tentu aku tahu terdapat hal yang aneh disini karena hampir setiap hari diriku menemani Lushan, muka tabib ini pun terlihat familiar. Saat itu segera diriku memfokuskan kekuatan sihir pada mataku, dan melihat terdapat bekas sihir pada kepala sang tabib, tanda bahwa ingatannya telah dihapus mengenai Lushan.

“Oh tidak..”

Sesuatu terjadi pada Lushan, dan mereka tidak mengatakan apa-apa padaku! Saat itu perhatianku pada Bibi, semenjak terakhir kali Lushan sadarkan diri aku tidak pernah sedikitpun melihat sosoknya lagi.

Saat itu diriku segera keluar dari ruangan pengobatan dan berpikir untuk segera menuju ruangan bibi. Ketika keluar aku menyadari bahwa Guo Rong sudah tidak  ada disini menungguku, apa dia sudah pergi ke asrama?

“Minggir sialan!”

Dari kejauhan terdapat suara teriakan, dan aku menyadari bahwa suara tersebut adalah suara Man Yi. Saat perhatianku menuju ke arahnya, mataku tidak percaya, keringatku keluar deras, dan seketika aku berlari ke arah kerumunan tersebut. Aku merasa bahwa Guo Rong berada dalam kerumunan tersebut!

Aku segera mencoba memakai sihir untuk melihat dari kejauhan. Aku melihat bahwa Guo Rong kini memegang leher seorang pelayan yang lehernya kini terbuka dan mengeluarkan darah, dia merapatkan jari-jarinya menutupi leher pelayan tersebut, namun darah tetap keluar dari celah-celah jarinya. Punggung Guo Rong saat itu penuh dengan darah, Man Yi mengeluarkan sihirnya, mematerialisasi cambuk yang kini membuat punggung Guo Rong tercabik-cabik. Tapi Guo Rong tak kunjung meninggalkan pelayan tersebut, dia tetap membacakan mantranya yang terputus-putus ketika cambukan kembali mencabik daging di punggungnya.

“Tidak, tidak, tidak...”

Aku terus berkomat-kamit, berlari secepat mungkin menuju kearah mereka, merobek bawahan gaunku agar bisa berlari secepat mungkin menuju Guo Rong.

“Dia lelaki! Pelayan ini adalah laki-laki, kau lihat!”

Man Yi menunjukan pada Guo Rong ke arah kemaluan pelayan yang kini telah terbuka pakaiannya, dan mereka semua melihat bahwa pelayan ini telah melalu proses kastrasi yang membuat pertumbuhannya tidak seperti seorang pria tulen. Man Yi berkata bahwa tempat ini tidak diperbolehkan terdapat lelaki di dalamnya, tapi Guo Rong hanya terdiam, fokus membacakan mantra penyembuhan.

Man Yi saat itu terlihat kesal, dan dia mematerialisasikan pedang di tangannya, dan siap menusukannya di punggung Guo Rong.

“Rong-chan!!”

Aku berteriak, tapi Guo Rong saat itu tidak mempedulikan apapun selain pelayan yang ada dihadapanya. Ketika pedang Man Yi bergerak, waktu seakan melambat, jarakku masih jauh dengan Guo Rong dan aku tidak tahu mantra apa yang bisa kubacakan untuk mencegah hal ini.

“Cukup sudah!”

“Tidak!!”

Tanpa sadar aku mendorong tanganku, dan saat itu juga angin berkumpul di di telapak tanganku, dan melesat cepat ke arah Man Yi yang langsung terpental jauh. Segalanya penuh dengan spontanitas, dan tanpa ucapan mantra sedikitpun. Aku segera menuju Guo Rong yang kini mukanya benar-benar pucat membiru, darah mengalir dari punggungnya, dan dia hampir mengeluarkan banyak animanya untuk menutup luka, dan mengembalikan darah yang keluar dari tubuh pelayan tersebut.

“Oh Rong-Chan..”

Saat itu Guo Rong melepaskan tangannya, dan terlihat bahwa luka pada leher pelayan ini sudah tertutup.

“Maafkan aku Balthiq, aku telah melanggar janjiku.. dan kini kau..”

Guo Rong saat itu menatapku, dan air mata keluar dari matanya.

“Tidak Rong-chan..tidak, kau telah melakukan hal yang benar..”

Saat itu aku menengok ke arah Man Yi yang kini tengah dikerumuni kawan-kawannya yang mencoba memperbaiki tangannya yang patah. Dia tersenyum menatapku sambil menjilati darah yang keluar dari mulutnya.

“Oh Balthiq, kau akan menyesali ini.”

Guo Rong memegang gaunku erat, tangannya bergemetar saat itu, dan aku bisa melihat rasa khawatir di matanya. Matanya hampir menutup saat itu, dan dia sudah hampir kehilangan kesadarannya.

“Rong-chan.. Aku berjanji bahwa aku pasti akan kembali, besok aku akan mendegar cerita-ceritamu lagi sampai larut, lalu.. aku berjanji akan menceritakan tentang diriku juga. Jadi...”

“Tidak Balthiq.. oh tuhan.. kau seperti ayahku dulu..”

Guo Rong mendekapku, menangis, memohon padaku untuk tidak meninggalkan dirinya seperti ayahnya dulu. Air mataku juga turut mengalir, aku tahu bahwa kini diriku sesungguhnya tidak bisa berjanji apa-apa padanya. Aku merasa bahwa kini diriku telah terseret dalam nasib yang sama dengan gadis di taman tersebut.

“Rong-chan..”

Saat itu aku sadar bahwa Guo Rong sudah kehilangan kesadarannya.

Aku segera membaringkan badannya di lantai, dan kini melihat bahwa Man Yi sudah berdiri dengan tangannya yang terlihat sudah baikan. Di tangannya kini terdapat dua pisau, dan kini dia melangkah mendekatiku.

Saat itu entah bagaimana kita kini telah dikelilingi kerumunan orang yang menyoraki, dan jumlah mereka semakin banyak. Guo Rong masih tergeletak dan tak ada satupun yang menyentuhnya. Aku berharap Li Ling segera kesini, tapi dia bukan tipe orang yang tertarik pada pertarungan, dan aku hanya bisa berharap dia menyadarinya hal ini saat kita tak kunjung kembali ke asrama.

“Aku takkan terburu-buru, oh Balthiqku sayang..”

Man Yi terlihat berucap dengan nada canda, dan ia mengeluarkan senyumnya yang terlihat begitu janggal di mataku, dan matanya.. aku tahu dia sangat menikmati hal ini.

Pada akhirnya ucapan Xiao Lin benar, tidak akan lama sampai aku terseret dalam keadaan ini, dan terdapat perasaan aneh dalam batinku..

Aku merasa sudah kalah sebelum pertarungan ini berlangsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar